Tragedi 20 Februari dan Dampaknya
Hingga Saat Ini
Indonesia memiliki ragam budaya yang
khas dengan etniknya masing-masing, kekayaan dan keberagaman ini menjadi simbol
utama dari Bangsa Indonesia. Dari Pulau Sabang sampai Merauke, Indonesia
memiliki suku yang berbeda-beda dengan latar budaya yang bervariasi seperti
suku sunda, jawa, madura, bugis, banjar, aceh, bali, dan lain-lain.
Dari kekayaan inilah yang membuat
tiap suku harus saling berbaur sama lain, dalan satu keutuhan Bangsa Indonesia.
Tidak jarang suku-suku yang berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain,
untuk mencari peruntungan di tempat lain yang dianggap mereka lebih baik dari
tempat yang ditinggali sebelumnya. Sehingga terbentuklah perluasan suku dan
budaya oleh suku yang berpindah tersebut beserta adat yang dimilikinya.
Salah
satu suku yang sering merantau dari tempat satu ke tempat yang lain adalah suku
Madura. Suku Madura adalah salah satu suku yang banyak berpindah dari tempat
satu ke tempat yang lain sama halnya seperti suku jawa dan bugis yang banyak
merantau. Dan dari sinilah integritas suku Madura muncul di tempat yang
didatanginya. Misalnya seperti Kalimantan, dalam penyebaranya populasi suku
Madura yang mendiami pulau Kalimantan cukup banyak terutama di wilayah
Kalimantan Selatan, Tengah, dan Timur. Banyaknya suku ini juga banyak membawa
pengaruh ditempat yang di datanginya. Seperti pergolakan ekonomi, budaya, adat,
suku, dan lain-lain. Munculnya Suku Madura di Kalimantan telah membawa dampak
postif dan negatif yang besar, hingga
menimbulkan catatan sejarah atas perkembangan ekonomi di Pulau Kalimantan dan
tragedi yang menimpa kota Sampit 10 tahun yang lalu, atau yang lebih dikenal
dengan istilah “Perang Sampit”.
Penyebab
tragedi ini adalah adanya persilisihan paham antara orang Madura dengan suku
Kalimantan yaitu Dayak, seperti bagi masyarakat Madura apabila tidak membawa
celurit itu sombong, sedangkan apabila membawa celurit bagi masyarakat dayak
itu sombong. Kemudian pemicu pengalihan tanah yang merugikan masyarakat Dayak
yang membuat sakit hati warga Dayak sendiri seperti pada kasus ini, orang
Madura datang kepada orang dayak untuk meminjam tanah untuk suatu keperluan,
dan orang dayak pun mengijinkannya hingga kemudian tanah itu digunakan untuk
membangun rumah atau ditanami sayur-sayuran dan keperluan lainya, namun ketika
tanah itu dipinta kembali malah orang yang meminjamkan tadi diusir dengan tidak
hormat, walaupun mereka sudah menunjukan surat tanah yang sah, namun tetap saja
tanah tidak bisa dikembalikan. Selain itu karena bertambahnya jumlah penebang
pohon membuat warga dayak terpaksa berpindah ke pedalaman, kemudian persaingan
etnis dalam perdagangan dan usaha banyak yang di kuasai oleh orang madura
seperti pelabuhan, konon orang yang masuk ketempat mereka tanpa dapat restu
atau izin akan dibunuh, dan tak jarang hal ini terjadi. Biasanya polisi akan
menangkap mereka pada awalnya, namun beberapa saat sesudahnya mereka dibebaskan
kembali sehingga hal nakal ini menimbulkan kebencian dimata orang dayak pada
umumnya, dan karena banyak orang Madura yang umunya lebih pandai mencari uang,
maka banyak wanita-wanita lebih condong kepada mereka, dan hal ini juga
menimbulkan kekesalan dimata anak-anak mudanya. Hampir semua sektor dikuasai
oleh orang-orang madura, dan monopoli ekonomi yang diberlakukan mereka membuat
sakit hati warga dayak seperti sulitnya bahan sembako didapat untuk orang-orang
dayak. Dan akumulasi permasalahan inilah yang membuat suatu pertikaian kecil,
yang kemudian merambat menjadi pertikaian besar.
Pada
awalnya pertikaian kecil itu dipicu oleh judi, lalu merambat dan menimbulkan
kemarahan pada kaum Madura awalnya, sehingga orang-orang dayak yang menghuni
sampit diburu dan warga-warga lain pergi mengungsi untuk menghindari kerusuhan
ini. Kemudian pada tanggal 20 Februari 2001, warga dayak datang dengan jumlah
yang lebih besar memburu orang-orang Madura dan menghabisi banyak nyawa disana,
kebanyakan dari mereka dipenggal, rumah-rumah dibakar, hingga warga madura yang
selamat lari ke hutan atau keluar daerah secepatnya. Tak sampai disitu rupanya
penyerangan pun meluas dari kota Sampit kedaerah sekitarnya, sedangkan perlawan
warga madura mulai menurun pada saat itu. Dan dari sanalah “Tragedi Sampit”
bermulai
Perang yang masih menyisahkan
penderitaan dan trauma yang mendalam ini membawa dampak yang besar hingga saat
ini, tak jarang orang dari keluar atau bepergian dari daerah kalimantan, entah
dia adalah warga asli atau pendatang pasti ditanya “dari Sampit ya mas/Mbak?”
itulah biasanya yang terlontar dari orang-orang yang pernah mendengar tragedi
ini, terkadang ketika melihat atau mengetahui orang kalimantan mereka akan
ketakutan, atau berkata lembut/sopan tiba-tiba. Mungkin tragedi besar yang
terjadi 10 tahun lalu sulit untuk dilupakan oleh masyarakat luas mengingat
jumlah korban dalam peristiwa itu mencapai lebih dari 1000 orang, ditambah banyaknya kabar
orang-orang ini (dayak) memiliki Animisme yang tinggi yang bisa mengetahui dan
membedakan suku madura dan suku lainya dan hal-hal aneh lainya. Selain itu
kemungkinan kecil apabila suku dayak dengan suku madura bisa bersatu lagi dalam
jangka waktu yang panjang, dan yang lebih parah lagi permusuhan akan diwariskan
dari generasi ke generasi berikutnya.
Bermula
dari sinilah mungkin kita bisa belajar dalam kehidupan ini, bahwa istilah “Dimana Bumi di Pijak, Di situ Langit
Di Junjung” memang perlu diterapkan dan sikap saling menghormati tentunya.
Pertikaian darah adalah pertikaian yang sulit diobati dalam jangka waktu yang
lama, karena ‘darah yang tumpah, tidak akan pernah tertidur’. Sebenarnya masih banyak pergolakan yang
timbul seperti tragedi ini, namun hal yang perlu kita petik dari sini ialah
pentingnya saling menghormati dan menolong antar sesama, dan menjaga etika
ketika berhubungan dengan penduduk asli, sebab kita tidak pernah tahu bagaimana
pola kehidupan masyarakat yang kita diami pada awalnya, oleh karena itu
pendekatan penting untuk dilakukan untuk mencegah pergolakan suku yang satu
dengan suku yang lain.
Ditulis Oleh Adrin Ma’ruf,
1009005080, smster IV B,UNIVERSITAS UDAYANA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar