Tugas
MK. Ilmu Kesehatan Ternak
Faktor resiko
kejadian flu burung pada peternakan unggas rakyat komersial
Oleh :
Zaenal Abidin
(1007105050)
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
ABSTRACT
MUHLIS NATSIR. Risk Factors Avian Influenza
In Poultry Farming of Commercial Sidrap Regency Year 2007-2009. (Supervised by
A. Zulkifli Abdullah and Ridwan M. Thaha).
Bird flu or Avian Influenza (AI) is a
contagious disease that can infection all types of birds, humans, pigs, horses
and dogs and is caused by Avian Influenza virus type A of the Orthomyxoviridae
family. Bird flu virus is zoonosis and it has a high mutation rate, so that
this disease has a social impact, economic and political big enough.
This study aims
to analyze some of the risk factors bird flu outbreak in commercial layer
poultry farm in the District Sidrap years 2007-2009. Research design used was analytical
observasional Case Control Study. Research in April - May 2009. Elections
sample purposively sampling of 136 poultry farm layer consisting of 68 sample
cases as livestock and animal husbandry as 68 control samples. Data analyzed
with the test Odds Ratio (OR) and logistic regression with convidence interval
95% (α = 0.05).
Results of this
research show that the breeder has knowledge OR 4.371 (CI = 2.089 - 9.144); environmental hygiene pen OR 2.460
(CI = 1.128 - 5.366); hygiene personnel
cage OR 10.086 (CI = 4.182 - 24.327); interval enclosure OR 4.218 ( CI = 2.042
- 8.713); distance pen OR 2.962 (CI = 1.366 - 6.420) System maintenance is not
contemporary OR 8.907 (CI = 3.907 -
18.407) and the existence of wild animals OR 1.436 (CI = 0.621 - 3.320). From
the results of the research conclude that the personnel cage, cage environmental
hygiene, hygiene of personnel cage, cage rest time, distance, and system
maintenance shed that is not contemporary risk factors is a bird flu outbreak.
Hygiene of personnel is the enclosure of most risk factors for bird flu
outbreak. Biosekurity conducted in each period of maintenance to prevent the
risk of transmission disease agents, and conducted further research on the
mechanism for their role factor in the cause of the spread of bird flu virus,
and socialization to the farm in order to perform decontamination personnel
cage at the time of entry and exit enclosure.
Keywords: Avian Influenza, case control,
people of a commercial poultry farm
PENDAHULUAN
Avian Influenza (AI) adalah penyakit
menular yang dapat menginfeksi semua jenis unggas, manusia, babi, kuda dan anjing
dan disebabkan oleh virus Avian Influenza type A dari family Orthomyxoviridae.
Secara umum, beberapa virus Avian Influenza dapat beradaptasi pada spesies
unggas baru dan menyebabkan outbreak baik epidemik maupun endemik. Di Indonesia
pertama kali dilaporkan mengalami wabah Avian Influenza (AI) pada pertengahan tahun 2003 dan baru
dinyatakan oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 2 Februari 20043. Menurut Darminto (2006), AI bersifat zoonosis dan virus penyebabnya
memiliki tingkat mutasi yang tinggi, sehingga penyakit ini memiliki dampak
sosial, ekonomi dan politik yang cukup besar. Penyebaran AI berlangsung terus
sampai sekarang. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah dan memberantas
penyebarannya, namun ternyata sulit sekali diberantas.
Peternak unggas rakyat komersial di Propinsi
Sulawesi Selatan mengalami kerugian sebagai dampak dari wabah AI. Walaupun
kasus flu burung pada manusia di Kabupaten Sidrap belum ditemukan namun
kematian unggas paling banyak terjadi di 10 kecamatan di Kabupaten Sidrap,
karena di kabupaten ini populasi unggas komersial baik ayam petelur dan
pedaging terbesar di Sulawesi Selatan.
Kasus AI di Sulawesi Selatan pertama kali dilaporkan terjadi sejak awal bulan
Maret 2005 pada 6 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Wajo, Sidrap, Soppeng,
Pinrang, Maros dan Pare-Pare dan sampai akhir 2005, 15 dari 23 kabupaten/kota
dinyatakan tertular. Tahun 2006 bertambah menjadi 17 kabupaten/kota tertular,
tahun 2007 menjadi 20 kabupaten/kota tertular. Sampai dengan Nopember 2008
semua kabupaten/kota di Sulawesi Selatan dinyatakan sudah tertular AI
Berdasarkan data Dinas Peternakan
Propinsi Sulawesi Selatan, populasi unggas yang terkena wabah AI selama tahun
2005 sebanyak 749.334 ekor, sedangkan kematian terjadi lebih dari 50% nya yaitu
sebanyak 429.417 ekor (CFR = 57,31%). Selama tahun 2006 tidak terdapat kasus
AI, sedangkan tahun 2007 terdapat kematian sebanyak 29.220 ekor dan tahun 2008 kematian sebanyak 2.447 ekor.
BAHAN DAN METODE
Desain
Penelitian
Jenis penelitian
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian observasional
analitik dengan rancangan Case Control Study (studi kasus kontrol).
Lokasi
Penelitian
Penelitian ini
dilakukan di lokasi peternakan unggas rakyat komersial khususnya peternakan
ayam petelur yang ada di Kabupaten Sidrap pada bulan April sampai dengan Mei
2009. Karena di kabupaten ini populasi
unggas komersial baik ayam petelur dan pedaging terbesar di Sulawesi Selatan.
Populasi
Dan Sampel
Populasi dalam
penelitian ini adalah peternakan ayam
petelur rakyat komersial yang berada di Kabupaten Sidrap Propinsi Sulawesi
Selatan. Sampel dalam penelitian ini terbagi dua yaitu sampel kasus dan
kontrol. Sampel kasus yaitu peternakan ayam petelur rakyat komersial yang
sedang atau pernah dilaporkan terkena AI, dan sampel kontrol dalam penelitian
ini adalah peternakan ayam petelur rakyat komersial yang tidak pernah
dilaporkan atau terkena AI.
Besar sampel dalam penelitian ini dengan
menggunakan Tabel Lamesshow, dengan tingkat kemaknaan 5 %, OR=2, derajat
kepercayaan (CI) 95%, sehingga jumlah
sampel kasus diperoleh sebanyak
68 peternakan dan besaran sampel kontrol diambil dengan perbandingan 1:1 yaitu
68 peternakan Kontrol, sehingga jumlah sampel keseluruhan 136 peternakan.
Metode
Pengumpulan Data
Data primer
diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden dan observasi langsung. Data sekunder
diperoleh dari berbagai buku-buku literatur, bulletin, jurnal penelitian,
website internet serta bacaan lain yang erat kaitannya dengan penelitian ini. Analisis Data
Analisis data
dilakukan untuk menguji hipotesis nol dengan menggunakan rumus Odds Ratio dengan table 2x2. Analisis Univariat untuk
mendapatkan gambaran umum dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang
digunakan dalam penelitian. Analisis
Bivariat untuk melihat hubungan variabel independen dengan variabel dependen.
Analisis Multivariat dengan menggunakan regresi logistik untuk menyeleksi
variabel bebas yang paling berpengaruh terhadap kejadian flu burung.
HASIL
Hubungan
pengetahuan personil kandang, kebersihan lingkungan kandang, kebersihan
personil kandang, waktu istirahat kandang,jarak kandang, sistem pemeliharan,
dan keberadaan hewan liar dapat dilihat pada tabel 1, berdasarkan pengetahuan
personil kandang dapat dilihat bahwa 68 responden peternakan yang mengalami flu
burung terdapat 39 peternakan (57,4%)memiliki pengetahuan yang kurang
dibandingkan responden yang memilki
pengetahuan yang cukup. Hasil uji OR (Odds Ratio) diperoleh nilai OR= 4,371
dengan CI 95%, dengan nilai LL= 2,089 dan UL= 9,144, berarti peternakan yang personil kandangnya memiliki pengetahuan
kurang berisiko 4,371 kali lebih besar
untuk terjadinya flu burung dibandingkan
pemilik peternakan yang memiliki
pengetahuan yang cukup.
Risiko
kebersihan lingkungan kandang terhadap
kejadian flu burung analisis distribusi silang antara kebersihan lingkungan
kandang dengan kejadian flu burung menunjukkan bahwa dari 68 responden
peternakan yang mengalami flu burung terdapat 55 peternakan (80,9%) yang
lingkungan sekitar kandangnya kurang bersih dibandingkan responden peternakan
yang lingkungan sekitar kandangnya bersih. Berdasarkan uji Odds Ratio (OR)
diperoleh nilai OR= 2,460, dengan nilai LL=1,128 dan UL= 5,366, berarti
peternakan yang lingkungan sekitar
kandangnya kurang bersih berisiko 2,460 kali lebih besar untuk terjadinya flu
burung dibandingkan peternakan yang
lingkungan sekitar kandangnya bersih.
Risiko
kebersihan personil kandang terhadap
kejadian flu burung, menunjukan bahwa
dari 68 responden peternakan yang mengalami flu burung terdapat 39 peternakan
(57,4%) yang personil kandangnya kurang
menjaga kebersihan atau tidak melakukan desinfeksi pada saat masuk atau keluar kandang dibandingkan responden
peternakan yang personil kandangnya menjaga kebersihan atau melakukan
desinfeksi pada saat masuk atau keluar kandang. Berdasarkan uji Odds Ratio (OR)
diperoleh nilai OR= 10.086, dengan nilai LL=4,182 dan UL=24,327, berarti
peternakan yang personil kandangnya kurang menjaga kebersihan atau
tidak melakukan desinfeksi pada saat masuk atau keluar kandang berisiko 10.086
kali lebih besar untuk terjadinya flu burung.
Risiko waktu
istirahat kandang terhadap kejadian flu
burung, menunjukkan bahwa dari 68 responden peternakan yang mengalami flu
burung terdapat 41 peternakan (60,3%) yang waktu istirahat kandangnya kurang
dari 3 bulan dibandingkan responden peternakan yang waktu istirahat kandangnya
≥ 3 bulan. Dari hasil uji statistik nilai OR diperoleh 4,218,dengan nilai LL =
2,0242 dan UL=8,713, berarti peternakan
yang waktu istirahat kandangnya kurang dari 3 bulan berisiko 4,218 kali lebih besar untuk
terjadinya flu burung
Risiko jarak
kandang terhadap kejadian flu
burung, terdapat 55 peternakan (80,9%)
yang jarak kandangnya kurang dari 7 meter dibandingkan responden peternakan
yang jarak kandangnya ≥ 7 meter. Dari hasil uji statistic nilai OR (odds Ratio)
sebesar 2,962 dengan nilai LL=1,366 dan nilai UL=6,420, berarti peternakan yang
jarak kandangnya kurang dari 7 meter
berisiko 2,962 kali lebih besar untuk terjadinya flu burung. Risiko
sistem pemeliharaan terhadap kejadian
flu burung, terdapat 53 peternakan
(77,9%) yang sistem pemeliharaannya tidak
seumur dibandingkan responden peternakan
yang sistem pemeliharaannya satu umur. Dengan nilai OR sebesar 8,907, dengan
nilai LL=3,907 dan UL=18,407, berarti peternakan yang sistem pemeliharaannya tidak seumur
berisiko 8,907 kali lebih besar untuk terjadinya flu burung.
Risiko
keberadaan hewan liar terhadap kejadian flu burung, terdapat 16 peternakan
(23,5%) terdapat hewan liar dikandang
dibandingkan peternakan yang tidak
ditemukan hewan liar di kandang sebanyak 52 peternakan (76,5%) sedangkan dari
68 responden peternakan yang tidak mengalami flu burung sebanyak 12 peternakan (17,6%) ditemukan
hewan liar di kandang dibandingkan peternakan yang tidak ada hewan liar di
kandang sebanyak 56 peternakan (82,4%). Dengan nilai OR= 1,436, dengan nilai
LL= 0,621 dan UL=3,320, berarti keberadaan hewan liar di kandang bukan
merupakan faktor risiko kejadian flu burung
Hasil uji
analisis secara multivariat yang menggunakan regresi logistic pada tabel 2
untuk keenam variabel yang diikutkan
dalam analisis multivariat terlihat bahwa variabel yang paling berpengaruh
terhadap kejadian flu burung adalah
kebersihan personil kandang.
PEMBAHASAN
Faktor
Risiko Kejadian Flu Burung Pada Peternakan Unggas Rakyat Komersial. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya perilaku dan tindakan seseorang oleh karena itu pengetahuan
masyarakat dalam kaitannya dengan penyebaran penyakit flu burung sangat penting
untuk melihat sejauh mana pengetahuan mereka tentang penyebab, cara penularan dan pencegahan penyakit flu burung agar
terhindar kemungkinan terjangkit penyakit flu burung.
Faktor kebersihan lingkungan kandang dan personil kandang adalah salah satu bagian biosekuriti dan
merupakan aspek potensial yang mempengaruhi kemungkinan masuknya agen penyakit
ke dalam peternakan. Penyebaran virus flu burung antar kandang dapat dikurangi
dengan selalu menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, apalagi jika
selalu menggunakan desinfektan yang tepat. Pergerakan orang seperti peternak,
Dokter Hewan, maupun tamu di peternakan merupakan salah satu faktor penyebaran
virus flu burung antar kandang. Menurut Marangon dan Capua (2005), analisis
yang dilakukan terhadap kasus wabah HPAI di Italia selama tahun 1999/2000
menunjukkan bahwa 9,4% penularan secara tidak langsung karena pertukaran karyawan,
alat-alat dan lain-lain.
.
Faktor waktu istirahat kandang sangat efektif
untuk mengurangi populasi mikroba yang ada. Mikroba pada dasarnya tidak dapat
bertahan lama di lingkungan, sebab untuk perkembangbiakannya memerlukan hospes
(induk semang). Virus flu burung
membutuhkan hospes hidup. Peternak unggas rakyat di Kabupaten Sidrap melakukan
istirahat kandang setelah panen atau afkir kebanyakan hanya untuk membersihkan
kandangnya saja sebelum diisi kembali,
setelah dirasa cukup bersih biasanya peternak langsung memasukkan ternak untuk
periode berikutnya untuk menghemat waktu dan mengurangi kerugian sehingga waktu
istirahat kandang relatif sangat pendek. Peternak mengistirahatkan kandangnya
agak lama jika ada alasan khusus seperti sulitnya mendapatkan bibit atau saat
harga dipasaran lagi tinggi. Padahal istirahat kandang sangat efektif
mengurangi populasi mikroba yang ada. Faktor jarak antar kandang di peternakan
penting untuk diperhatikan karena semakin dekat jarak antar kandang juga akan
meningkatkan risiko tertular penyakit jika peternakan tetangga terdekat terkena
penyakit. Sebuah penelitian di Italia menunjukkan bahwa 26,2% kejadian flu
burung dijumpai pada lingkungan dalam radius satu kilometer di seputar
peternakan terserang. Ternak unggas dalam radius 5-6 kilometer dari lokasi positif
flu burung harus terus diwaspadai.
Sedangkan IEC dalam sebuah
workshop di Hanoi menyatakan
bahwa virus flu burung dapat ditularkan oleh burung atau hewan liar dalam
radius 10 km dari lokasi positif flu burung, sehingga dalam radius tersebut
dianggap sebagai zona tertular yang harus diwaspadai.Faktor sistem pemeliharaan
tidak satu umur merupakan salah satu aspek potensial yang mempengaruhi
kemungkinan penyebaran penyakit flu burung dalam peternakan. Salah satu langkah untuk penanggulangan
penyebaran virus flu burung antar kandang adalah dengan menerapkan biosekuriti
yang ketat, sistem pemeliharaan all-in all-out, selalu menjaga kebersihan
kandang dan petugas kandang beserta peralatannya, serta menggunakan desinfektan
yang tepat. Pergerakan keluar-masuknya alat angkut seperti truk dan mobil
pengangkut ternak atau produknya serta boks kemasan harus diwaspadai karena
dapat sebagai media penularan virus flu burung, terutama jika alat angkut
tersebut selain digunakan di dalam farm juga digunakan keluar farm seperti di
pasar, farm atau wilayah lain yang tertular. Pada penelitian ini faktor
keberadaan hewan liar bukan merupakan
faktor risiko kejadian flu burung karena menurut informasi peternak tidak
dijumpai jalur migrasi burung liar antar daerah yang melewati Kabupaten
Sidenreng Rappang dimana keberadaan hewan liar terutama burung migran menjadi
salah satu komponen penting dalam penyebaran virus Flu burung. Disamping itu
letak geografi dan morfologi Kabupaten Sidrap
yang pegunungan berbukit dengan tanaman/hutan lebat menjadikan tempat yang cocok bagi burung dan
hewan liar lainnya untuk tinggal menetap di sana tanpa harus bermigrasi ke
areal terbuka yang menjadi lokasi peternakan sehingga hewan liar tersebut tidak
bebas masuk keluar area perkandangan disamping itu juga kebiasaan para peternak
menggunakan obat pembasmi hama seperti tikus dan lain-lain sehingga dapat
menekan penyebaran flu burung.
Faktor Yang Berisiko Terhadap Kejadian Flu
Burung Di Peternakan Unggas Rakyat Komersial.
Pada analisis multivariat variabel kebersihan personil kandang merupakan
variabel yang paling dominan terhadap kejadian flu burung di peternakan unggas
rakyat komersial di Kabupaten
Sidrap dengan nilai OR=11,553. Titik
kritis yang menjadi perhatian dalam penanggulangan flu burung antara lain
peningkatan biosekuriti terhadap semua yang berkaitan dengan ternak termasuk
petugas kandang, kontrol terhadap burung dan hewan liar termasuk
produk-produknya. Penelitian lain
menunjukkan bahwa virus AI dapat menyebar masuk ke kandang melalui petugas
kandang, apalagi jika tidak menerapkan biosekuriti yang ketat, untuk itu
sangat perlu sekali selalu menjaga
kebersihan petugas kandang beserta peralatannya
.
KESIMPULAN
Peternakan yang memiliki pengetahuan
personil kandang yang kurang berisiko 4,371 kali lebih besar untuk terjadinya
flu burung, lingkungan sekitar kandang kurang bersih berisiko 2,460 kali lebih
besar untuk terjadinya flu burung, kebersihan personil kandang yang tidak
melakukan desinfeksi atau kurang menjaga kebersihan pada saat masuk atau keluar
kandang berisiko 10,086 kali lebih besar untuk terjadinya flu burung, waktu
istirahat kandang kurang dari tiga bulan
berisiko 4,218 kali lebih besar untuk terjadinya flu burung, jarak kandang dengan kandang lainnya kurang
dari tujuh meter berisiko 2,926 kali lebih besar untuk terjadinya flu
burung, sistem pemeliharaan ayam petelur
yang tidak seumur berisiko 8,907 kali lebih besar untuk terjadinya flu
burung, keberadaan hewan liar bukan
merupakan faktor risiko untuk terjadinya flu burung. Disarankan agar dilakukan
biosekuriti dalam setiap periode pemeliharaan untuk mencegah risiko penularan
agen penyakit, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme
peranan masing-masing faktor penyebab dalam penyebaran virus flu burung, serta
perlu disosialisasikan ke peternakan untuk melakukan desinfeksi
personil kandang pada saat masuk maupun keluar kandang.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Alexander, D.J. 1982. Avian Influenza. Recent Developments. Vet Bull 12,
341-359.
2.
Hepworth, R., and Lenten, B.,
2006. Avian Influenza and Wild Bird: What is their Actual
Role in the Spread of the Viruses, International Scientific Task Force on Avian
Influenza,
www.aiweb.info.
3.
WHO, 2006. H5N1 Avian Influenza : Timeline, Previous events in Asia.
4.
Darminto, 2006. Mengenal Flu Burung dan Strategi Pengendaliannya, An Introduction to Avian
Influenza and it’s Control Strategy.
5.
Anonimous, 2008. Laporan Tahunan Dinas Peternakan Propinsi Sulawesi Selatan Tahun
2008.
6.
Effendy, N, 2007. Survei Cepat Karakteristik dan Perilaku Masyarakat
Terhadap Flu Burung
Dengan Sistem Informasi Geografis Di
Desa Bulu Cenrana Kab.Sidrap. Skripsi.
Fakultas
Kesehatan Masyarakat UNHAS. Makassar.
7.
Anonimous, 2004. Guiding Principles for Highly Pathogenic Avian
Influenza Surveillance
and Diagnostic Networks in Asia, FAO Expert Meeting on Surveillance and
Diagnosis of
Avian Influenza in Asia, Bangkok.
8.
Marangon, S., and Capua, I., 2005., Control of AI in Italy : from
“Stamping-out” Strategy to
Emergency and Prophylactic
vaccination, Proc. International Conf on
Avian Influenza,
Paris, OIE.
9.
Power, C., 2005. The Source and Means of Spread of the Avian Influenza
Virus in the Lower
Fraser Valley of British Columbia During
an Outbreak in the Winter of 2004, An Interim
Report, canadian Foot Inspection Agency.
10.
Anonimous, 2006c, Avian Infleunza Backgrounder, American Veterinary
Medical Association.
11.
Anonimous, 2005, Vietnam Avian
Influenza/Pandemic Preparedness Communication Workshop,
IEC Working Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar