Tugas
MK. Ilmu Tingkah Laku Ternak
Pengaruh Lingkungan
terhadap fisiologi ternak
Oleh :
Zaenal Abidin
(1007105050)
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
Kata
Pengantar
Puji dan syukur
penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini
dengan lancar. Penulisan paper ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
yang diberikan oleh dosen Mata kuliah Ilmu tingkah laku ternak.
Penulis harap, dengan membaca paper
ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan
kita mengenai pengaruh lingkungan terhadap fisilogis ternak. Memang paper ini
masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Denpasar, 7 Maret 2012
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Faktor lingkungan
yang berpengaruh langsung pada kehidupan ternak adalah iklim. Iklim merupakan
faktor yang menentukan ciri khas dari seekor ternak. Ternak yang hidup di
daerah yang beriklim tropis berbeda dengan ternak yang hidup di daerah
subtropis. Namun hal tersebut dapat diatasi misalnya di beberapa negara tropis,
Air Condition (AC) digunakan dalam beternak untuk mengendalikan atau menyesuaikan suhu
di lingkungan sekitar ternak yang berasal dari daerah subtropis, sehingga
ternak tersebut dapat berproduksi dengan normal.
1.2
Maksud
dan Tujuan
Tujuan
penyusunan paper ini adalah untuk membahas lebih lanjut tentang iklim yang merupakan hal
terpenting dalam penentuan kerja status fisiologi dari ternak terutama pada
produktivitasnya.
1.3
Manfaat
Manfaat dari
penyusunan paper ini adalah pembaca dapat memahami pengaruh iklim dan unsur-unsur lain
seperti suhu dan kelembaban yang dapat mempengaruhi fisiologis ternak.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Iklim
Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang
berpengaruh langsung terhadap ternak juga berpengaruh tidak langsung melalui
pengaruhnya terhadap faktor lingkungan yang lain. Selain itu berbeda dengan
faktor lingkungan yang lain seperti pakan dan kesehatan, iklim tidak dapat
diatur atau dikuasai sepenuhnya oleh manusia. Untuk memperoleh produktivitas
ternak yang efisien, manusia harus “menyesuaikan“ dengan iklim setempat. Penerapan ternak di daerah
yang iklimnya sesuai akan menunjang dihasilkannya produksi secara optimal.
Salah satu unsur penentu iklim adalah suhu lingkungan. Bagi sapi potong yang
mempunyai suhu tubuh optimum 38.33°C, suhu lingkungan 25°C dapat menyebabkan
peningkatan rata pernafasan, suhu rektal dan pengeluaran keringat, yang
semuanya merupakan manifestasi tubuh untuk mempertahankan diri dari cekaman
panas. Semakin banyak jumlah keringat yang dikeluarkan, hewan makin tidak tahan
terhadap cekaman panas. Dan
juga ketika Suhu dan kelembaban
udara yang tinggi akan menyebabkan stress pada ternak sehingga suhu tubuh,
respirasi dan denyut jantung meningkat, serta konsumsi pakan menurun, akhirnya
menyebabkan produktivitas ternak rendah
2.2 Temperatur Lingkungan
Lingkungan
dapat diklasifikasikan dalam dua komponen, yaitu :
(1) Abiotik
: semua faktor fisik dan kimia
(2) Biotik
: semua interaksi di antara (perwujudan) makanan, air, predasi, penyakit serta
interaksi sosial dan seksual.
Faktor
lingkungan abiotik adalah faktor yang paling berperan dalam menyebabkan stres
fisiologis (Yousefdalam Sientje, 2003).. Komponen lingkungan abiotik utama yang pengaruhnya nyata terhadap ternak
adalah temperatur, kelembaban (Yousef ; Chantalakhana dan Skunmun dalam Sientje, 2003), curah hujan, angin dan radiasi matahari (Yousef ; Cole and Brander dalam Sientje, 2003).
Temperatur
lingkungan adalah ukuran dari intensitas panas dalam unit standar dan biasanya
diekspresikan dalam skala derajat celsius (Yousef dalam Sientje, 2003). Secara umum, temperatur udara adalah faktor bioklimat tunggal yang penting
dalam lingkungan fisik ternak. Supaya ternak dapat hidup nyaman dan proses
fisiologi dapat berfungsi normal, dibutuhkan temperatur lingkungan yang sesuai.
Banyak species ternak membutuhkan temperatur nyaman 13 – 18 oC
(Chantalakhana dan Skunmun, dalam Sientje, 2003) atau
Temperature Humidity Index (THI) < 72 (Davidson, et al. dalam Sientje, 2003).
Setiap hewan
mempunyai kisaran temperatur lingkungan yang paling sesuai yang disebut Comfort
Zone. Temperatur lingkungan yang paling sesuai bagi kehidupan ternak di daerah
tropik adalah 10°C-27°C (50°F-80°F). Sedangkan keadaan lingkungan yang ideal
untuk ternak di daerah sub tropis (sapi perah) adalah pada temperatur antara
30°F-60°F dan dengan kelembaban rendah. Selain itu, sapi FH maupun PFH
memerlukan persyaratan iklim dengan ketinggian tempat ± 1000 m dari permukaan
laut, suhu berkisar antara 15°- 21°C dan kelembaban udaranya diatas 55 persen.
Kenaikan temperatur udara di atas 60°F relatif mempunyai sedikit efek terhadap
produksi.
2.3 Fisiologis Ternak
Fisiologis
ternak meliputi suhu tubuh, respirasi dan denyut jantung. Suhu tubuh hewan
homeotermi merupakan hasil keseimbangan dari panas yang diterima dan
dikeluarkan oleh tubuh. Dalam keadaan normal suhu tubuh ternak sejenis dapat
bervariasi karena adanya perbedaan umur, jenis kelamin, iklim, panjang hari,
suhu lingkungan, aktivitas, pakan, aktivitas pencernaan dan jumlah air yang
diminum. Suhu normal adalah panas tubuh dalam zone thermoneutral pada
aktivitas tubuh terendah. Variasi normal suhu tubuh akan berkurang bila
mekanisme thermoregulasi telah bekerja sempurna dan hewan telah dewasa. Salah
satu cara untuk memperoleh gambaran suhu tubuh adalah dengan melihat suhu
rectal dengan pertimbangan bahwa rectal merupakan tempat pengukuran terbaik dan
dapat mewakili suhu tubuh secara keseluruhan sehingga dapat disebut sebagai
suhu tubuh. Respirasi adalah proses pertukaran gas sebagai suatu rangkaian
kegiatan fisik dan kimis dalam tubuh organisme dalam lingkungan sekitarnya.
Oksigen diambil dari udara sebagai bahan yang dibutuhkan jaringan tubuh dalam
proses metabolisme. Frekuensi respirasi bervariasi tergantung antara lain dari
besar badan, umur, aktivitas tubuh, kelelahan dan penuh tidaknya rumen.
Kecepatan respirasi meningkat sebanding dengan meningkatnya suhu lingkungan.
Meningkatnya frekuensi respirasi menunjukkan meningkatnya mekanisme tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan fisiologik dalam tubuh hewan. Kelembaban udara
yang tinggi disertai suhu udara yang tinggi menyebabkan meningkatnya
frekuensi respirasi. Frekuensi denyut nadi dapat dideteksi melalui denyut
jantung yang dirambatakan pada dinding rongga dada atau pada pembuluh nadinya.
Frekuensi denyut nadi bervariasi tergantung dari jenis hewan, umur, kesehatan
dan suhu lingkungan. Disebutkan pula bahwa hewan muda mempunyai denyut nadi
yang lebih frekuen daripada hewan tua. Pada suhu lingkungan tinggi, denyut nadi
meningkat. Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan respirasi yang
menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi, sehingga dibutuhkan
darah lebih banyak untuk mensuplai O2 dan nutrient melalui peningkatan aliran
darah dengan jalan peningkatan denyut nadi. Bila terjadi cekaman panas akibat
temperatur lingkungan yang tinggi maka frekuensi pulsus ternak akan meningkat,
hal ini berhubungan dengan peningkatan frekuensi respirasi yang menyebabkan
meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi, sehingga memepercepat pemompaan
darah ke permukaan tubuh dan selanjutnya akan terjadi pelepasan panas tubuh.
Frekuensi Pulsus sapi dalam keadaan normal adalah 54-84 kali per menit atau
40-60 kali per menit dan sapi muda 80-90 kali per menit.
2.4 Stres
Stres adalah respon fisiologi, biokimia dan tingkah laku ternak terhadap
variasi faktor fisik, kimia dan biologis lingkungan (Yousef dalam Sientje, 2003). Dengan kata lain, stres terjadi apabila terjadi perubahan
lingkungan yang ekstrim, seperti peningkatan temperatur lingkungan atau ketika
toleransi ternak terhadap lingkungan menjadi rendah (Curtis dalam Sientje, 2003). Stres panas terjadi apabila temperatur lingkungan berubah menjadi lebih
tinggi di atas ZTN (upper critical temperature). Pada kondisi ini, toleransi
ternak terhadap lingkungan menjadi rendah atau menurun, sehingga ternak
mengalami cekaman (Yousef dalam Sientje, 2003). Stres panas ini akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan, reproduksi dan laktasi sapi perah termasuk di dalamnya
pengaruh terhadap hormonal, produksi susu dan komposisi susu (Mc Dowell dalam Sientje, 2003). Ternak yang
mengalami stres panas akibat meningkatnya temperatur lingkungan, fungsi
kelenjar tiroidnya akan terganggu. Hal ini akan
mempengaruhi selera makan dan penampilan (MC Dowell dalam Sientje, 2003).Stres panas kronik juga menyebabkan penurunan konsentrasi growth hormone
dan glukokortikoid. Pengurangan konsentrasi hormon
ini, berhubungan dengan pengurangan laju metabolik selama stres panas. Selain
itu, selama stres panas konsentrasi prolaktin meningkat dan diduga meningkatkan
metabolisme air dan elektrolit. Hal ini akan mempengaruhi hormon aldosteron
yang berhubungan dengan metabolisme elektrolit tersebut. Pada ternak yang
menderita stres panas, kalium yang disekresikan melalui keringat tinggi
menyebabkan pengurangan konsentrasi aldosteron (Anderson dalam Sientje, 2003).
2.5 STRATEGI
PENGURANGAN STRES PANAS
Stres panas harus
ditangani dengan serius, agar tidak memberikan pengaruh negatif yang lebih
besar. Beberapa strategi yang digunakan untuk mengurangi stres panas dan telah
memberikan hasil positif adalah :
1. Perbaikan sumber pakan/ransum, dalam hal ini
keseimbangan energi, protein, mineral dan vitamin
2. Perbaikan genetik untuk
mendapatkan breed yang tahan panas
3. Perbaikan konstruksi kandang,
pemberian naungan pohon dan mengkontinyu kan suplai air
4. Penggunaan naungan,
penyemprotan air dan penggunaan kipas angin serta kombinasinya
BAB
III
SIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
dari materi yang dibahas diatas adalah: (1)Lingkungan berpengaruh besar
terhadap sifat genetik ternak; (2) Penerapan ternak di daerah yang iklimnya
sesuai akan menunjang dihasilkannya produksi secara optimal; (3) Suhu dan
kelembaban lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan stress terhadap ternak
sehingga fisiologis ternak tersebut meningkat dan konsumsi pakan menurun,
sehingga produktivitasnya menurun; (4) Frekuensi pernapasan
berpengaruh kepada lingkungan, apabila suhu dan kelembaban naik maka frekuensi
respirasi dan denyut jantung akan meningkat; (5) Daya tahan terhadap panas
dapat dihitung dengan melihat jumlah keringat yang diekskresikan oleh hewan
atau ternak.
Daftar
Pustaka
Reksohadiprojo,
S. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE, Yogyakarta.
Sientje. 2003. Stres Panas Pada Sapi Perah Laktasi.
IPB, Bogor
Soedomo
Reksohadiprojo. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE, Yogyakarta.
Umar Ar., dkk.
1991. Pengaruh Frekuensi Penyiraman/memandikan terhadap status faali Sapi Perah
yang dipelihara di Bertais Kabupaten Lombok Barat. UNRAM University
Press, Mataram.
Widoretno,
Dyah Kusumo Utari., 1983. Cara Pengukuran Ekskresi Keringan untuk Mengetahui
Daya Tahan Panas Sapi Potong. UNPAD University Press, Bandung.
http://www.ojimori.com/2011/06/05/pengaruh-lingkungan-terhadap-tingkah-laku-ternak/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar