Sabtu, 24 Maret 2012

Myasis by adrin ma'ruf


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
                  Serangga dalam hidupnya sebagai parasit, dapat pula menimbulkan penyakit pada hospes yang dihinggapinya. Penyakit ini disebabkan karena kehadiran serangga dewasa atau larva yang menimbulkan iritasi atau kerusakan pada hospes dimana parasit ini hidup. Pada paper ini akan dibahas mengenai penyakit Myasis yang disebabkan oleh lalat Chrysomya bezziana.   
                  Myasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi larva lalat kedalam suatu  jaringan hidup manusia dan hewan. Penyakit ini sering ditemukan pada Negara-negara dengan masyarakat golongan sosial ekonomi kelas rendah. Diantara lalat penyebab myasis di dunia, Chrysomya bezziana mempunyai nilai medis yang penting karena bersifat obligatif parasit. Infestasi myasis pada jaringan akan mengakibatkan berbagai gejala tergantung pada lokasi yang dikenai. Larva yang menyebabkan myasis dapat hidup sebagai parasit di kulit, jaringan subkutan, soft tissue, mulut, traktus gastrointestinal, system urogenital, hidung, telinga dan mata. Higiene yang buruk dan bekerja pada daerah yang terkontaminasi, melatarbelakangi infestasi parasit ini. Manifestasi klinik termasuk pruritus, nyeri, inflamasi, demam, eosinofilia dan infeksi sekunder. Penyakit ini jarang menyebabkan kematian.

1.2  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah :
1.      Untuk mengetahui etiologi dari Chrysomia benziana.
2.      Untuk mengetahui hewan yang rentan terinfeksi myasis.
3.      Untuk mengetahui cara penularan myasis.
4.      Untuk mengetahui patogenesis dan gejala klinis dari myasis.
5.      Untuk mengetahui patologi anatomi myasis.
6.      Untuk mengetahui histopatologi myasis.
7.      Untuk mengetahui cara diagnosa dari myasis.
8.      Untuk mengetahui cara penanganan penyakit myasis.
1.3  Manfaat penulisan
Adapun manfaat yang di dapat dari penulisan paper ini adalah :
1.      Mengetahui etiologi dari Chrysomia benziana.
2.      Mengetahui hewan yang rentan terinfeksi myasis.
3.      Mengetahui cara penularan myasis.
4.      Mengetahui patogenesis dan gejala klinis dari myasis.
5.      Mengetahui patologi anatomi myasis.
6.      Mengetahui histopatologi myasis.
7.      Mengetahui cara diagnosa dari myasis.
8.      Mengetahui cara penanganan penyakit myasis.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Etiologi
            Myiasis adalah infestasi larva lalat pada jaringan tubuh hewan yang masih hidup, disebabkan oleh larva lalat fakultatif dan atau obligat. Kejadian Myiasis di Indonesia teridentifikasi disebabkan oleh larva lalat : Chrysomia benziana, Booponus intonsus, Lucillia, Calliphora, Musca dan Sarcophaga. Genus Chrysomia yang memegang peranan penting dalam kasus myasis yaitu Chrysomia megacephala dan Chrysomia bezziana.
a)      Berdasarkan sifatnya maka larva tersebut dibedakan menjadi :
ü  Fakultatif Parasit yaitu larva secara normal hidup bebas dan mampu berkembang pada bahan bahan   organik yang busuk, tetapi larva tersebut dapat dijumpai pada hewan hidup dimana   mampu berkembang dan selanjutnya dapat bertindak sebagai parasit untuk kelangsungan hidupnya. Terdiri dari Blowflies , misalnya :   Larva dari Lucilia, Phormia, Calliphora dan Chrysomyia.
ü  Obligat Parasit  yaitu larva secara normal membutuhkan jaringan induk semangnya sebagai makanan dalam perkembang biakannya terdiri dari: Bot flies, misalnya, Larva dari genus Gasterophilus, Oestrus. Warble flies        misalnya, Larva dari Hipoderma bovis dan H. lineatum. Screw worm    misalnya, Larva dari Callitroga hominivorax, C. macellaria dan Chrysomyia bezziana.
b)      Berdasarkan lokasi dari myasis maka dapat dibedakan menjadi :
ü  Eksternal myasis
Myasis yang terjadi pada organ luar tubuh yang disebabkan karena luka. Myasis ini sering diakibatkan oleh larva dari kelompok Blowflies serta Screw worm. 
ü  Internal myasis
Myiasis yang terjadi pada organ organ dalam dan rongga rongga lainnya. Sering diakibatkan oleh larva dari kelompok Bot flies dan Warble flies.
 2.1.1 Morfologi
Klasifikasi
Family          : Calliphoridae
Ordo             : Diphtera
Sub ordo      : Cyclorrapha
Kelas            : Insecta
Genus           : Chrysomya
Spesies         : Chrysomya bezziana
 Lalat C. bezziana berwarna biru metalik, biru keunguan atau biru kehijauan. Kepala lalat ini berwarna oranye dengan mata berwarna merah gelap .Perbedaan antara lalat betina dan jantan terletak pada matanya. Lalat betina memiliki celah yang memisahkan mata kanan dan kiri lebih lebar dibandingkan lalat jantan.
          Ukuran lalat ini bervariasi tergantung pada ukuran larvanya. Panjang tubuhnya rata-rata 10 mm dengan lebar kepala berkisar rata-rata 4,1 mm. Tidak ada tanda-tanda makroskopik yang khas untuk dapat mengenalinya dengan kasat mata sehingga identifikasi hanya dapat dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopik.
          Telur chrysomya bezziana berwarna putih transparan dengan panjang 1,25 mm dan berdiameter 0,26 mm, berbentuk silindris serta tumpul pada kedua ujungnya. Larva C. beziiana terbagi menjadi tiga instar, yaitu L1, L2, dan L3. Larva ini mempunyai 12 segmen, yaitu satu segmen kepala, tiga segmen torak, dan delapan segmen abdominal. Ketiga instar tersebut dapat di bedakan dari panjang tubuh dan warnanya. Panjang L1 adalah 1,6 mm dengan diameter 0,25 mm dan berwarna putih, sedangkan L2 mempunyai panjang 3,5-5,5 mm dengan diameter 0,5-0,75 mm dan berwarna putih samapi krem. Adapun panjang L3 mencapai 6,1-15,7 mm dengan diameter 1,1-3,6 mm. L3 muda berwrna krem namun jika telah dewasa berwarna merah muda.
          Tubuh larva dilengkapi bentukan duri dengan arah condong ke belakang. Spirakel anterior mempunyai empat sampai enam papilla sedangkan spirakel posterior dilengkapi tiga celah dengan peritreme yang kuat dan berwarna kehitaman. Saat akan menjadi pupa, L3 berubah warna menjadi coklat hingga hitam dengan panjang rata-rata 10,1 mm yang berdiameter 3,6 mm           
2.1.2 Siklus Hidup
         Siklus hidup dari C. bezziana berkisar antara 9-15 hari dan lalat betina bertelur sekitar 150-200 telur sekaligus. Telur diletakkan di luka dan selaput lendir dari hewan hidup dan akan menetas setelah 24 jam pada suhu 30°C. Setelah 12-18 jam dari waktu penetasan telur, larva stadium 1 muncul dari dalam telur dan bergerak dipermukaan luka atau pada jaringan yang basah. Larva ini berubah menjadi larva stadium II setelah 30 jam dan larva stadium III setelah 4 hari. Larva stadium II dan III menembus jaringan hidup dari host dan hidup dari jaringannya. Pada saat makan hanya kait-kait posterior  yang tampak. Larva stadium III meninggalkan luka setelah makan dan berubah menjadi pupa dan kemudian lalat dewasa. Larva akan membentuk pupa dalam waktu 24 jam pada suhu 28°C


         Penetasan lalat dari pupa sangat tergantung dari lingkungan. Pupa akan menetas menjadi lalat dalam seminggu pada suhu 25°C-30°C, sedangkan pada temperatur yang lebih rendah akan lebih lama bahkan sampai berbulan-bulan. Lalat jantan dan betina mempunyai daya tahan hidup yang relatif sama yaitu 15 hari dalam kondisi laboratorium, hingga empat puluh hari.

  
2.2 Hewan Rentan
            Myasis biasanya menyerang hewan ternak (sapi, kuda, kerbau, kambing, dan babi) dan juga hewan kesayangan (anjing dan kucing). Kejadian myasis pada ternak dan hewan kesayangan  dapat diawali karena gigitan lalat Tabanidae, akibat infestasi Sarcoptes scabiei, cacing Strongyloides sp, kejadian pascapartus, luka umbilicus, luka traumatika karena perkelahian , tergores duri atau benda lain.  NORVAL (1978) melaporkan kematian tiga ratus ribu ternak terserang myasis akibat terganggunya program control caplak di Zimbabwe sepanjang tahun 1973-1978. Kejadian myasis di Indonesia pertama kali ditemukan pada kuku sapi  dan kuda yang terinfeksi larva lalat C. bezziana di daerah minahasa. Beberapa kasus myasis yang terjadi pada hewan di Indonesia disebabkan oleh infestasi larva C. bezziana atau bercampur dengan Sarcophaga sp. Sulawesi, Sumba Timur, Pulau Lombok, Sumbawa, Papua dan Jawa telah dilaporkan sebagai daerah endemik myasis. Umumnya, kasus myasis cukup tinggi menjelang hingga musim hujan, yaitu pada bulan Agustus sampai April, sedangkan kasus terendah terjadi pada bulan Mei sampai Juli.
         
                 Sebagai faktor predisposisi (pendukung) utama terjadinya Myiasis adalah harus didahului dengan adanya luka. (luka traumatik, gigitan caplak, tembak, operasi, gigitan hewan lain dan sebab lainnya). Lalat betina dewasa akan bertelur disekitar luka, jika telur sudah menetas maka larva akan bergerak dan masuk kedalam luka serta memakan sel-sel jaringan, kemudian jatuh membentuk kokon dan didalamnya berkembang menjadi pupa dan akhirnya keluar lalat dewasa.
2.4 Patogenesis dan Gejala Klinis
          Setelah telur lalat menetas, larva akan masuk kedalam luka dengan kait pada mulut dan sekresi enzyme proteolitik maka larva akan bisa memakan sel-sel jaringan, serta membuat terowongan didalam jaringan sehingga akan memperparah kerusakan. Selain itu karena ada luka terbuka kemungkinan besar akan terjadi infeksi sekunder oleh kuman pyogenes (Sarcophaga sp, Chrysomya megachepalla, Musca sp).

          Gejala klinis yang teramati mula-mula terlihat luka kecil yang didalamnya terlihat ada larva lalat, lama-kelamaan karena diperparah oleh infeksi sekunder  menyebabkan terjadinya pembusukan dan pembentukan nanah sehingga akhirnya terjadi borok yang mengeluarkan cairan dan berbau busuk. Gejala klinis lainnya sesuai dengan kelainan fungsi dari bagian tubuh yang terkena myiasis (misalnya jika terjadi myiasis pada kaki gejalanya pincang, jika terjadi pada daerah kepala  berjalan dengan kepala miring dsb) serta diikuti oleh gejala umum lainnya seperti hewan menjadi tidak tenang, nafsu makan menurun, lemah, letih, lesu, suka bersembunyi menghindari lalat. Selain itu gejala klinis lainnya yaitu berupa radang, anemia, tidak tenang sehingga mengakibatkan ternak mengalami penurunan bobot badan dan produksi susu, kerusakan jaringan, infertilitas, hipereosinofilia serta peningkatan suhu tubuh.
2.5 Patologi Anatomi
          Keadaan patologi anatomi yang dapat dilihat untuk mengidentifikasi penyakit myasis adalah dengan melihat luka pada hewan yang di dalam luka tersebut terdapat larva dari C. bezziana.

2.6 Diagnosa
                   Sangat mudah dengan memeriksa luka yang didalamnya ditemukan larva lalat C. bezziana. Umumnya, larva C. bezziana  ditemukan pada kondisi infestasi primer, namun jika telah terjadi lama maka akan dijumpai larva lalat lain seperti Sarcophaga sp, C. Megachepala, atau M. domestica. Identifikasi larva lalat dilakukan dibawah mikroskop stereo untuk melihat spirakel anterior dan posterior serta bentuk spina (duri) yang khas pada masing-masing spesies larva lalat.

2.7 Penanganan dan Pengobatan
            Myiasis mempunyai tingkat morbiditas tinggi dan mortalitas rendah. Myiasis dapat bersifat fatal bila tidak dilakukan pengobatan dengan segera, bila terjadi dalam waktu yang lama akan menyerang organ vital, dan apabila terjadi infeksi sekunder. Pada beberapa kasus, pemilik hewan tidak menyadari bahwa hewan kesayangannya terserang myiasis terutama pada hewan-hewan berbulu panjang.
            Cara pencegahan dari penyakit Myasis ini adalah  diusahakan tidak terjadi kelukaan yang nantinya akan menjadi tempat berkembangnya larva lalat dan tindakan penurunan populasi lalat. Kasus myasis banyak terjadi pada daerah-daerah endemik myasis. Kondisi ini berkaitan erat dengan jumlah populasi lalat penyebab myasis serta ekologi daerah tersebut. Daerah yang memiliki pepohonan, semak-semak dan sungai merupakan tempat ideal untuk kelangsungan hidup lalat-lalat penyebab myasis. Pengendalian populasi lalat C. bezziana tidak mungkin diarahkan dengan melakukan penebangan hutan atau pembakaran semak-semak karena akan mengganggu ekosistem lainnya. Sejauh ini, berbagai upaya pengendalian dan pemberantasan C. bezziana telah banyak dilakukan. Efektifitas pengendalian lalat dapat ditingkatkan dengan cara mengurangi jumlah populasi lalat dewasa, terutama ketika populasi lalat ini mengalami peningkatan di alam. Salah satu metode yang dilakukan adalah Screworm Adult Suppresion System (SWASS) yaitu mengkombinasikan penggunaan umpan (bait), perangsang pakan (feeding stimulant) yang terdiri dari campuran tepung darah, gula, dan bongkol jagung dan insektisida yang dibentuk menjadi pelet kemudian disebar dengan pesawat. Metode lainnya disebut dengan bait station yaitu penggunaan elemen yang sama dengan SWASS dalam suatu alat permanen kemudian diletakkan di atas tanah. Kedua metode diatas menggunakan campuran pemikat sintetik swormlure (SL2) dengan insektisida dichlorovos. SWASS dilaporkan cukup berhasil untuk mengurangi populasi lalat dan menurunkan jumlah kasus myasis di USA dan Mexico. Kelemahan metode ini adalah kurang efektif untuk daerah yang lembab, daerah yang banyak mempunyai saluran air dan hanya bertahan 3-5 hari mengembangkan suatu metode untuk menguji daya pikat C. bezziana baik pada kondisi laboratorium maupun semi lapang. Secara tradisional pemikat yang digunakan untuk memonitor populasi lalat adalah gerusan hati sapi. Gerusan hati sapi dicampurkan dengan senyawa kimia (volatil) untuk menarik perhatian lalat sehingga dapat dikendalikan. Keuntungannya adalah komposisi bahan kimia yang dibutuhkan lebih sedikit dan hemat.
Pengobatan terhadap penyakit myasis dapat dilakukan dengan cara antara lain :
ü  Bersihkan luka dengan antiseptik yang ada
ü  Keluarkan larva dari dalam luka dengan cara dicabuti, tetapi sebelumnya larva harus dibunuh dulu menggunakan insektisida seperti (Coumaphos, Diazinon, Ivermectin)
ü  Setelah larvanya habis dicabuti, berikan salep (Diazinon atau Coumaphos) 2% dalam vaselin dioleskan langsung disekitar borok untuk untuk mencegah infeksi ulang
ü  Untuk mencegah infeksi sekunder diberikan antibiotik (penicilin 20.000 IU/Kg bb) dan sulfanilamida serbuk.
ü  Untuk mempercepat kesembuhan luka dapat diberikan minyak ikan karena mengandung vitamin A dan D yang bagus untuk regenerasi kulit.
ü  Pengobatan myiasis yang dilakukan di lapangan di Sumba Timur menggunakan karbamat dan Echon. Kedua preparat ini cukup berbahaya karena merupakan insektisida sistemik sehingga banyak dilaporkan adanya keracunan pada ternak pascapengobatan
ü  Disamping itu, digunakan juga obat-obat tradisional yaitu tembakau, batu baterai yang dicampur dengan oli, selanjutnya dioleskan pada luka. Pengobatan dengan cara ini ditujukan untuk mengeluarkan larva dari luka tetapi berakibat iritasi pada kuhit
ü  Campuran dari 50 g yodium, 200 ml alkohol 75% dan 5 ml Ecoflee° yang selanjutnya ditambah air hingga satu liter . Ramuan ini langsung disemprotkan pada luka yang mengandung larva sehingga larva keluar dan luka menjadi mengecil . pengobatan ini dilakukan 2x seminggu
ü  Beberapa insektisida botanis dari biji srikaya dan mindi, minyak atsiri, seperti minyak atsiri nilam dan akar wangi j uga telah dicoba secara in vitro sebagai insektisida botanis dan terbukti mampu mematikan larva C. bezziana
ü  pemanfaatan Bacillus thuringiensis untuk dijadikan bioinsektisida

  

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Myasis (belatung) merupakan infestasi larva lalat ke dalam suatu jaringan hidup hewan berdarah panas. Penyakit ini sering ditemukan pada Negara-negara tropis dan sering menyerang hewan ternak dan juga hewan kesayangan. Lalat Chrysomya bezziana merupakan salah satu vector penyebab penyakit myasis dikarenakan mempunyai nilai medis yang penting dan bersifat obligat parasit dan menimbulkan kerugian ekonomis. Kasus myasis pada hewan sering terjadi akibat pasca partus (myasis vulva) yang diikuti oleh pemotongan tali pusar anaknya (myasis umbilikus) atau akibat luka traumatika. Gejala klinis myasis sangat bervariasi yaitu  hewan menjadi tidak tenang, nafsu makan menurun, lemah, letih, lesu, suka bersembunyi menghindari lalat.  Kondisi ini diperparah dengan adanya infeksi sekunder. Cara pencegahan dari myasis adalah dengan menghindari terjadinya kelukaan pada hewan dan menurunkan angka populasi lalat penyebab myasis serta pengobatannya dengan memberikan antibiotik, antiseptik, dan minyak ikan.








DAFTAR PUSTAKA
yudhiestar.blogspot.com/2011_01_01_archive.html
meeevet.blogspot.com/2012/03/myasis-pada-anjing.html
peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/lkzo05-39.pdf
micymicy.blogspot.com/2011/08/myiasis.html
 www.scribd.com/doc/54037496/BAB-I-C-bezziana
sonyapalingbisa.wordpress.com/2010/12/14/myasis/
ariputuamijaya.wordpress.com/2011/12/10/myiasis
dayuntarivetmed.lecture.ub.ac.id/2012/01/myiasis/



1 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Sifat kimia dan fisik telur

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu...