BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sapi Bali merupakan sapi potong asli
Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng)
adalah jenis sapi yang unik, hingga saat ini masih hidup liar di Taman Nasional
Bali Barat, Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Ujung Kulon. Sapi asli
Indonesia ini sudah lama didomestikasi suku bangsa Bali di pulau Bali dan
sekarang sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Kekhasan sapi Bali yakni berukuran sedang,
dadanya dalam, tidak berpunuk dan kaki-kakinya ramping. Kulitnya berwarna merah
bata. Cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam. Kaki di bawah
persendian karpal dan tarsal berwarna putih. Kulit berwarna putih juga
ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit berwarna putih
tersebut berbentuk oval (white mirror). Pada punggungnya selalu
ditemukan bulu hitam membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga
pangkal ekor.
Sapi Bali jantan berwarna lebih
gelap bila dibandingkan dengan sapi Bali betina. Warna bulu sapi Bali jantan
biasanya berubah dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam legam setelah
sapi itu mencapai dewasa kelamin. Warna hitam dapat berubah menjadi coklat tua
atau merah bata apabila sapi itu dikebiri.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah penilaian Sapi Bali secara obyektif?
1.2.2 Bagaimanakah penilaian Sapi Bali secara subyektif?
1.2.3 Bagaimana penggabungan nilai antara obyektif dan
subyektif?
1.3 Tujuan
Mahasiswa mengetahui tentang bagaimana penilaian
sapi Bali secara Obyektif, Subyektif maupun penggabungan dari keduanya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang
merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) adalah jenis
sapi yang unik, hingga saat ini masih hidup liar di Taman Nasional Bali Barat,
Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Ujung Kulon. Sapi asli Indonesia ini
sudah lama didomestikasi suku bangsa Bali di pulau Bali dan sekarang sudah
tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Kekhasan Fisik Sapi Bali
Bali berukuran sedang, dadanya dalam, tidak berpunuk dan
kaki-kakinya ramping. Kulitnya berwarna merah bata. Cermin hidung, kuku dan
bulu ujung ekornya berwarna hitam. Kaki di bawah persendian karpal dan tarsal
berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan
pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (white
mirror). Pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis
(garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor.
Sapi Bali jantan berwarna lebih gelap bila dibandingkan
dengan sapi Bali betina. Warna bulu sapi Bali jantan biasanya berubah dari
merah bata menjadi coklat tua atau hitam legam setelah sapi itu mencapai dewasa
kelamin. Warna hitam dapat berubah menjadi coklat tua atau merah bata apabila
sapi itu dikebiri.
Sapi Bali dalam Kehidupan Petani Bali
Sapi Bali merupakan hewan ternak yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan masyarakat petani di Bali.
- Sapi
Bali sebagai tenaga kerja pertanian
Sapi Bali sudah dipelihara secara turun menurun oleh
masyarakat petani Bali sejak zaman dahulu. Petani memeliharanya untuk membajak
sawah dan tegalan, untuk menghasilkan pupuk kandang yang berguna untuk
mengembalikan kesuburan tanah pertanian.
- Sapi
Bali sebagai sumber pendapatan
Sapi Bali mempunyai sifat subur, cepat beranak, mudah
beradaptasi dengan lingkungannya, dapat hidup di lahan kritis, dan mempunyai
daya cerna yang baik terhadap pakan. Keunggulan lain yang sudah dikenal
masyarakat adalah persentase karkas yang tinggi, juga mempunyai harga yang
stabil dan bahkan setiap tahunnya cenderung meningkat membuat sapi Bali menjadi
sumber pendapatan yang diandalkan oleh petani.
- Sapi
Bali sebagai sarana upacara keagamaan
Dalam agama Hindu, sapi dipakai dalam upacara butha yadnya
sebagai caru, yaitu hewan korban yang mengandung makna pembersihan. Demikian
juga umat Muslim juga membutuhkan sapi untuk hewan Qurban pada hari raya Idhul Adha.
- Sapi bali sebagai hiburan dan obyek
pariwisata
Sapi Bali juga dapat dipakai dalam sebuah
atraksi yang unik dan menarik. Atraksi tersebut bahkan mampu menarik minat
wisatawan manca negara untuk menonton. Atraksi tersebut adalah megembeng ( di
kabupaten Jembrana) dan gerumbungan (di kabupaten Buleleng).
2.2 Pengukuran Tubuh Sapi Bali
Pengukuran ukuran tubuh ternak sapi dipergunakan untuk
menduga bobot badan seekor ternak sapi dan sering kali di pakai juga sebagai
parameter teknis penentuan sapi bibit dan menentukan umur sapi tersebut.
Berdasarkan ketentuan kontes dan pameran ternak nasional,
yang termasuk dalam “statistik vital” pada ternak sapi meliputi ukuran tinggi
gumba, panjang badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, lebar punggung,
lebar pinggul, panjang pinggul, panjang kepala, lebar kepala, berat badan, dan
umur.
Ukuran “statistik vital” dari organ tertentu jika
dikaitkan dengan umur akan menggambarkan keharmonisan perkembangan tubuh dan
produktivitas (pertumbuhan). Karena itu, pertumbuhan organ-organ tertentu
berkorelasi dengan berat badan.
Pengukuran dimensi dimaksudkan pelaksanaan dengan mengukur dimensi tubuh luar
ternak atau ukuran statistic
- Ukuran
Tinggi :
a. Tinggi
Pundak, tinggi gumba ialah jarak tegak lurus dari titik tertinggi pundak sampai
ketanah atau lantai, alat yang digunakan adalah tongkat ukur.
b. Tinggi
punggung ialah jarak tegak lurus dari taju duri ruas tulang punggung atau
processus spinosus vertebrae thoracaleyang terakhir sampai ke tanah . Titik ini
mudah didapat dengan menarik garis tegak lurus tepat diatas pangkal tulang
rusuk terakhir.
c. Tinggi
pinggang ialahjarak tegak lurus dari
titik antara tulang lumbar vertebrae 3-4, tepat melalui legok lapar sampai ke
tanah ( lantai ).
d. Tinggi
pinggul ialah jarak tegak lurus dari titik tertinggi pada os sacrum pertama
sampai ke tanah.
e. Tinggi
kemudi, jarak tegak lurus dari os sacrum ( sacrale ), tepat melalui tengah-
tengah tulang ilium sampai ke tanah.
f. Tinggi
pangkal ekor ialah jarak tegak lurus dari titik pangkal ekor, sampai ke tanah.
Alat
yang dipakai untuk mengukur tinggi bagian- bagian tubuh diatas adalah tongkat
ukur.
- Ukuran
Panjang :
a. Panjang
kepala jarak dari puncak kepala sampai ujung moncong.
b. Panjang
badan ; diukur secara lurus dengan tongkat ukur dari siku ( humerus ) sampai
benjolan tulang tapis ( tuber ischii ).
c. Panjang
menyilang badan, jarak yang diukur antara
tulang benjolan bahu sampai tulang duduk disisi lainnya. Diukur dengan
memakai pita ukur.
d. Panjang
kemudi; panjang kelangkang; panjang pelvis, jarak antara tuber coxae dan tuber
ischii pada sisi sama.
e. Panjang
telinga, jarak antara ujung telinga sampai pangkal telinga bagian dalam. Dapat
diukur dengan penggaris atau pita ukur.
f. Panjnag
tanduk, diukur dengan pita ukur. Jarak antara ujung tanduk sampai kedasar
tanduk.
Selain yang telah disebutkan alat- alatnya, dapat
juga digunakan tongkat ukur, jangka sorong atau caliper.
- Ukuran
Lebar :
a. Lebar
dada, jarak terbesar pada yang diukur tepat dibelakang antara kedua benjolan
siku luar, yaitu tepat pada tempat mengukur lingkar dada.
b. Lebar
pinggang, jarak diukur antara taju horizontal yaitu pada tulang lumbale 3-4.
c. Lebar
pinggul, jarak antara tuber coxae pada sisi kiri dan kanan.
d. Lebar
kemudi, jarak terlebar antara sisi luar kiri dan kanan tulnag pelbis atau os
illium melalui os sacrum 3-4.
e. Lebar
pantat, lebar tulang tapis atau lebar tulang duduk, jarak antara kedua benjolan
tuber ischii kiri dan kanan.
f. Lebar
kepala, jarak terbesar antara kedua lengkungan tulang mata sebelah atas luar
kiri dan kanan.
- Ukuran
Dalam :
Dalam dada. Jarak titik tertinggi pundak ( gumba )
sampai tulang dada dan diukur melalui serta merta dibelakang siku.
- Ukuran
Lingkar :
a. Lingkar
dada. Lingkaran yang diukur pada dada serta merta atau persis dibelakang siku,
tegak lurus dengan sumbu tubuh.
b. Lingkar
perut . lingkaran yang diukur di daerah perut.yang memliki lingkaran besar,
melalui serta merta di belakang tulang rusuk terakhir dan tegak lurus dengan
sumbu tubuh.
c. Lingkar
flank. Lingkaran yang diukur di daerah flank, melalui tuber coxae serta merta
depan ambing atau skrotum.
d. Lingkar
pantat, lingkar round. Lingkaran yang
diukur pada pantat, dari tulang patella kiri sampai tulang patella kanan,
kearah belakang serta membentuk penampang sejajar dengan lantai.
e. Lingkar
tulang pipa. Lingkaran yang diukur ditengah- tengah tulang pipa, yaitu pada
bagian yang terkecil dan terbulat.
f. Lingkar
skrotum. Lingkaran yang diukur pada bagian terbesar skrotum; terlebih dulu
skrotum telah ditarik kearah bawah sehingga terdapat kedua testesnya.
g. Lingkar
tubuh.
h. Lingkar
mulut, lingkar moncong. Lingkaran yang diukur tepat pada akhir sudut bibir, ialah
pada batas antara kepala dan moncong.
- Indeks
Kepala:
Merupakan perbandingan atau rasio antara lebar
kepala dengan panjang kepala dalam satuan persen.
- Tebal Kulit
:
Ialah tebal kulit yang diukur pada daerah tulang rusuk terakhir bagian
atas, pada sepertiga jarak garis panggung dan perut. Kulit ditarik dan diukur
dengan cutimeter atau jangka sorong. Tebal kulit adalah setengah dari angka
yang ditunjukkan oleh jangka sorong.
- Luas kuku :
Iala dengan cara mengukur luas injakan kuku diatas
kertas yang telah diinjak oleh ternak tersebut. Alat pengukurnya ialah
planimetri atau dapat pula dengan kertas ukuran mm.
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
Praktikum dilakukan pada hari Sabtu
4 Desember 2010 di Desa Taman Kec. Abiansemal, Kab. Badung, Kelompok Ternak Taman Sari.. Adapun materi
yang di pakai dalam menjalankan Praktikum ini yakni :
Alat dan Bahan :
·
Alat ukur ( meteran
maupun tongkat ukur )
·
Sapi Bali
3.2 Metode
Adapun
metode yang di pakai dalam praktikum ini adalah metode observasi langsung melalui wawancara langsug
yang digunakan sebagai penilaian dari ternak potong sapi itu sendiri. Seperti
mengukur lingkar dada pada sapi Bali dengan meteran, mengukur lingkar dada pada
sapi Bali dengan meteran, tinggi gumba dengan alat ukuran, dan lain- lain.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Penilaian Obyektif Sapi Bali
Betina
Pengukuran
Dimensi tubuh
No Kelompok
|
PB
|
LID
|
DD
|
TG
|
TP
|
LD
|
LP
|
1
|
124Cm
|
157,5 Cm
|
115 Cm
|
117 Cm
|
30 Cm
|
||
2
|
118Cm
|
148Cm
|
59Cm
|
108Cm
|
111Cm
|
148Cm
|
29,5 Cm
|
3
|
120,5 Cm
|
155Cm
|
64Cm
|
28,5Cm
|
32 Cm
|
||
4
|
94Cm
|
125 Cm
|
49Cm
|
94 Cm
|
98 Cm
|
17Cm
|
21 Cm
|
5
|
99Cm
|
125Cm
|
67Cm
|
95Cm
|
101Cm
|
92Cm
|
96Cm
|
PB : Panjang
Badan
LID : Lingkar
Dada
DD : Dalam Dada
TG : Tinggi
Gumba
TP : Tinggi
Pinggul
LD : Lebar
Dada
LP : Lebar
Pinggul
Penilaian
Subyektif Sapi Bali
No Kelompok
|
Warna
(20)
|
Bentuk Umum( 25)
|
Kepala
(10)
|
Tanduk
(15)
|
Leher
(10)
|
Gumba
(10)
|
Punggung
(10)
|
1
|
17
|
23
|
9
|
9
|
7
|
9
|
8
|
2
|
|||||||
3
|
|||||||
4
|
17
|
13
|
9
|
12
|
8
|
7
|
8
|
5
|
Penggabungan Nilai Obyektif dan Subyektif
Sapi
1
|
Sapi
2
|
Sapi
3
|
Sapi
4
|
Sapi
5
|
x
|
|
1. Nilai
Eksterior
|
||||||
2. Dimensi
Luar
|
||||||
a. Lingkar
dada
|
157,5
|
148
|
155
|
125
|
125
|
142,1
|
b. Tinggi
gumba
|
115
|
108
|
94
|
95
|
||
c. Panjang
badan
|
124
|
118
|
120,5
|
94
|
99
|
111,1
|
d. Lebar
pinggul
|
30
|
29,5
|
32
|
21
|
96
|
41,7
|
Pertumbuhan tubuh ternak secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya berat badan, sedangkan besarnya badan dapat diukur melalui tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, lebar dada, dan lain- lainnyal. Kombinasi berat dan besarnya
badan umumnya dipakai sebagai ukuran pertumbuhan nilai obyektf. Sedangkan pengukuran nilai skor yang
dilakukan secara langsung dengan melihat bentuk tubuh, cirri khas dan
keharmonisan tubuh digunakan untuk penilaian secara indeks skor kualitatif atau
nilai skor subyektif. Jika ada data yang tidak didapat pada praktikumlapangan kali
ini disebabkan sikap kurang tenang dari ternak tersebut sehingga kelompok tidak
mendapatkan data karenja tidak bias diukur.
Data kelompok I diatas dapat diketahui bahwa
Sapi Bali pada kelompok I memiliki produktifitas baik jika dibandingkan dengan
ternak yang diukur pada kelompok II. Begitu juga dengan perbedaan yang terdapat
pada kelompok lain. Jadi
perbedaan ukuran ini,disebabkan pada saat pengukuran yang dimana sapi yang
diukur memiliki pebedaan umur, sehingga hasil yang di dapat dalam pengkuran dimensi
pun berbeda pada tiap- tiap kelompoknya. Dilakukan pengukuran dimensi tubuh ataupun dengan penilaian
subyektif, dikatakan baik, dan cocok digunakan karena baik sebagai bibit unggul
untuk indukan. Sedangkan, jika Sapi Bali tersebut memiliki jenis kelamin jantan
maka ternak tersebut dapat di katakan kurus. Maka ternak tersebut tidak cocok
digunakan sebagai pejantan.
BAB V
KESIMPULAN
Pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa
penilikan atau pengukuran dimensi tubuh sapi Bali sangat penting untuk mengetahui
produktivitas dari sapi Bali, dan kandungan karkas yang tersedia pada ternak
sapi Bali tersebut. Manfaat menilik itu sendiri agar kita mengetahui hubungan
ukuran tubuh luar dikaitkan dengan produktivitas agar kita tahu jenis sapi
tersebut cocok untuk bibit ( bakalan ) atau untuk di potong.
DAFTAR
PUSTAKA
Hardjosubroto, Wartomo.
1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di
Lapangan. PT. Percetakan Gramedia :
Jakarta
Djagra,
I.B. 2009. Diktat Ilmu Tilik Sapi Potong.
Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
Santosa, Undang. 2006. Seri
Agribisnis Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. PT. Penerbit Penebar
Swadaya : Bogor.
Buku Penuntun praktikum tilik ternak.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus