LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA
Dosen : I Ketut Sumadi
Hp : 081805473071 Telp. (0361) 424004
I.
Istilah-istilah :
1.
Ternak adalah binatang atau hewan yang dipelihara dan dibudidayakan
oleh manusia.
2.
Peternakan adalah usaha untuk meningkatkan produktivitas ternak.
3.
Usaha Peternakan meliputi bibit dan pembibitan, pakan dan cara
pemberian pakan, pemeliharaan, kesehatan dan sanitasi, pascapanen dan sosial
ekonomi.
4.
Produktivitas Ternak meliputi produksi dan mutu bibit,
produksi dan mutu daging, telur, susu, produksi kerja dan mutu limbah.
5.
Kebudayaan adalah usaha manusia untuk meningkatkan taraf hidup lahir da
batin (pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, kemampuan dan
kebiasaan).
6.
Sosial adalah hubungan
kehidupan kemasyarakatan manusia.
7.
Animal welfare
(kesejahteraan hewan) adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk
mensejahterakan hewan (termasuk ternak).
8.
Filsafat Tri Hita Karana adalah
konsep kebahagiaan hidup lahir dan batin oleh hubungan yang seimbang antara
manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan.
II. Keterkaitan Usaha Peternakan dengan Kebudayaan
1.
Peternak mempunyai pengetahuan untuk
memilih pakan dan cara pemberian pakan yang baik (pakan – pengetahuan).
2.
Peternak yang beragama Hindu di Bali
mempersembahkan sesajen (banten) pada waktu Tumpek Kandang kepada
Batara Pasupati (dewa dari semua binatang) supaya dilindungi usaha
peternakannya (bibit – kepercayaan).
3.
Para peternak mengadakan pertunjukan
kesenian sapi gerumbungan di Buleleng dan ketangkasan adu lari ternak makepung
(kerbau) di Jembrana dan karapan (sapi) di Madura (sosial – seni).
4.
Setiap peternak berkewajiban moral untuk
memelihara ternaknya dengan baik supaya ternaknya hidup sejahtera (kesehatan –
moral).
5.
Ternak yang memasuki ladang petani lain
dapat ditaban (sanksi hukum adat : awig-awig banjar atau desa
adat) (pemeliharaan – hukum).
6.
Upacara ninggungin (menghaturkan
babi guling : upacara keagamaan Hindu di Bali) sebagai rasa syukur kepada TYME
karena ternak babi mereka tidak ada yang mati (pascapanen – adat, keagamaan).
7.
Peternak tradisional biasanya hanya
mampu memelihara 2 ekor sapi atau kerbau, satu ekor babi induk atau 5 ekor ayam
kampung (pemeliharaan – kemampuan).
8.
Kebiasaan di Bali adalah para wanita
memelihara babi dan ayam, sedangkan para pria memelihara sapi atau kerbau
(sosial ekonomi - kebiasaan).
III. Keterkaitan Produktivitas Peternakan dengan
Kebudayaan
1.
Peternak memiliki pengetahuan untuk
memelihara ternak betina untuk dijadikan induk (bibit – pengetahuan).
2.
Beberapa peternak yang beragama Hindu di
Bali memilih hari baik (watek suka atau watek manuh) untuk
mengajar atau melatih ternak untuk menarik bajak atau gerobak supaya patuh
kepada tuannya (kerja – kepercayaan).
3.
Sapi-sapi gerumbungan (di
Buleleng) dilatih supaya ekornya tegak waktu berjalan atau lari derap (bibit –
seni).
4.
Peternak sapi perah berkewajiban memberi
pakan yang baik agar produksi susunya sesuai dengan potensi genetik yang
diiliki oleh ternak (susu – moral).
5.
Pemerintah dapat menangkap dan mengadili
peternak atau penjual daging illegal (daging - hukum).
6.
Telur itik untuk kelengkapan sesajen daksina
dan telur ayam untuk sesajen sudang-taluh (ikan-telur) (telur –
keagamaan, adat).
7.
Petugas keamanan mampu melatih anjing
menjadi anjing pelacak, pawang gajah mampu melatih gajah menjadi hewan
pengangkut kayu gelondongan (bibit –kemampuan).
8.
Peternak tradisional bisa melakukan
memindah-mindahkan kandang sapinya di tegalan ladangnya sehingga kotoran
sapinya menyebar secara merata di tegalannya (limbah – kebiasaan).
IV. Hubungan
Peternakan dengan Tri Hita Karana
A.
Hubungan ternak dengan Tuhan
1.
Ternak sebagai kendaraan (sapi nandaka
sebagai kendaraan Dewa Siwa)
2.
Ternak sebagai wahana (Tapakan:
Siwa bertapakan Singa sebagai manifestasi melindungi umat manusia dari roh-roh
jahat)
3.
Ternak sebagai sarana upacara Dewa
Yadnya (hasil ternak dipersebahkan dalam upacara-upacara yang berhubungan
dengan Dewa Yadnya (persembahan kepada Dewa, TYME; terutama sebagai rasa
terimakasih manusia kepada TYME atas ciptaannya berupa ternak yang dapat
memberi kesejahteraan kepada manusia).
B.
Hubungan Ternak dengan Ternak
1.
Hubungan antara ras yang sama (hubungan
antara jantan dan betina, hubungan antara induk dengan anak, hubungan antara
anak dengan anak, hubungan antara jenis kelamin yang sama).
2.
Hubungan antara ras yang berbeda (kawin
silang, ternak sebagai pembawa penyakit, integrasi komersial).
C.
Hubungan Ternak dengan Manusia
1.
Ternak sebagai tenaga kerja
Pada daerah
kering, kuda digunakan untuk mengangkut hasil pertanian, sedangkan pada daerah
pertanian basah (lahan basah) gajah dapat berperan misalnya untuk mengangkut
kayu gelondongan. Selain gajah dan kuda, ternak-ternak yang dapat digunakan
sebagai ternak kerja adalah : sapi, kerbau, unta, keledai, lamma dan anjing.
2.
Ternak sebagai bahan pangan
Hasil ternak
sebagai bahan pangan adalah telur, susu dan daging sebagi sumber protein
hewani. Mutu bahan pangan asal hewan ini sangat bergantung kepada jenis ternak,
fase produksi dan pakan yang diberikan. Sebagai penghasil (1) telur
misalnya ayam kampung (bukan ras : warna telur putih), ayam ras (warna telur
putih dan merah) dan itik (warna telur putih pada itik Bali dan biru pada itik
Mojosari); penghasil (2) daging misalnya babi, kambing, sapi,
kerbau (dagingnya banyak mengandung lemak), kuda, rusa dan menjangan (dagingnya
sedikit mengandung lemak); dan (3) penghasil susu misalnya sapi FH (sedikit
mengandung lemak) dan sapi Jersey (banyak mengandung lemak).
3.
Ternak sebagai bahan papan dan sandang
Bulu ayam dapat digunakan sebagai sapubulu
dan bulu itik dapat digunakan sebagai isi bantal bagi orang yang alergi
terhadap kapuk. Kulit ternak yang sudah diproses dapat dijadikan tas, baju,
koper, topi, ikat pinggang, sedangkan tulang-tulang yang lebar atau besar dapat
digunakan barang-barang kerajinan. Kulit dapat juga dipakai sebagai
barang-barang seni misalnya wayang kulit, tutup kendang (bedug), perangkat
busana tari (Bali).
4.
Ternak sebagai simpanan
Kebanyakan
peternak tradisional di Bali memelihara ternak-ternak seperti ayam, babi, itik
sebagai simpanan untuk persiapan upacara keagamaan atau sebagai simpanan akan
dijual saat ada keperluan uang pada kehidupan sehari-hari
5.
Ternak sebagai hiburan atau hobi
Petani memelihara sapi untuk atraksi
sapi gerumbungan (di Buleleng dan Jembrana) atau atraksi karapan sapi (di
Madura) dan kerbau untuk atraksi pacuan (makepung di Jembrana; barapan
di Sumbawa). Di Amerika, sapi-sapi liar ditunggangi untuk atraksi rodeo serta
di Thailand ada atraksi adu ayam jago
khusus untuk wisatawan asing. Ada anggota masyarakat yang memelihara hewan
untuk hobi seperti memelihara burung, anjing, kucing, ular, ayam pelung dan
lain sebagainya
6.
Ternak sebagai penyebab penyakit pada
manusia
Tersebarnya penyakit sapi gila (BSE = Bovine
Spongifern Encephalopathy) yang sangat berbahaya bagi orang yang memakan
dagingnya, demikian juga dengan penyakit anthrax pada sapi, burung unta dan
ternak lainnya sangat berbahaya bagi yang memakan daging ternak yang
terinfeksi. Seperti halnya juga penyakit-penyakit zoonosis lainnya seperti : AI
(avian influenza = flu burung), rabies (gila anjing) dan cacing pita.
7.
Peternak sebagai pengaman atau pelacak
Gajah dapat
dilatih sebagai kendaraan seprti di Thailand untuk mengamankan hutan dari
pencurian kayu, sedangkan ternak-ternak kuda di Australia dikendarai pasukan
berkuda dari satua kepolisian untuk me-ngamankan jalan-jalan protokol. Lain
halnya di Inggris, angsa dijadikan sebagai ternak pengaman dengan jalan membuat
selokan sekitar pabrik sehingga angsa akan berenang dan berkeliling pabrik.
Bila ada benda asing mendekati pagar, maka para angsa akan berteriak. Anjing
dingo di Australia dipakai sebagai pengaman dan pengembala domba. Anjing juga
dapat dilatih untuk menuntun orang-orang buta atau juga dapat dilati untuk
melacak peredaran obat bius.
8.
Ternak sebagai obat tradisional
Ternak diambil
seluruh, sebagian atau bagian organ tertentu dari ternak sebagai obat
tradisional untuk menyembuhkan penyakit luar atau pun untuk penyakit dalam atau
dijadikan bahan pakan suplemen yang diyakini dapat menyembuhkan suatu penyakit
tertentu. Sebagai contoh anak tikus, telur, daging kambing, empedu ular, daging
anjing, kadal, susu, air kencing sapi, tanduk rusa, embrio rusa, cula badak dan
lain sebagainya.
9.
Ternak/hewan untuk meramalkan watak
manusia
Dari 12 bintang
(rasi) di langit yang digunakan untuk meramalkan nasib seseorang yang sudah
memasyarakat. Delapan rasi bintang berbentuk hewan seperti Capricorn (berbetuk
kambing), Pisces (ikan), Aries (domba), Taurus (sapi), Cancer (kepiting), Leo
(singa), Scorpio (kalajengking) dan
Sagitarius (kuda).
10.
Ternak/hewan sebagai pelakon
Ternak atau hewan sering dijadikan
pelakon (tokoh dalam ceritra : fabel) untuk menunjukkan peran keangkuhan atau
toleransi. Dalam ceritra tokoh kancil misalnya yang sangat licik, kerbau yang
bodoh atau tokoh sapi dan kambing yang senang membodohi binatang lainnya.
V. Keterkaitan Peternakan dengan Agama.
A. Ternak untuk Upacara
1. Jenis upacara
Agama adalah suatu sarana berupa
kendaraan, jalan dan rambu-rambuatau tuntunan hidup bagi manusia untuk menuju
TYME dalam mencapai kesempurnaan kehidupan lahir-batin. Untuk mencapai tujuan
tersebut, diadakan upacara (ritual) menurut Hindu (di Bali) diklasifikasikan
dengan Panca Yadnya : (1) Dewa Yadnya (upacara ditujukan kepada Tuhan); (2) Rsi
Yadnya (ditujukan kepada Para Rsi atau Pendeta); (3) Manusa Yadnya (upacara
untuk manusia); (4) Pitra Yadnya (upacara untuk orang yang sudah meninggal);
dan (5) Butha Yadnya (upacara untuk mensucikan alam semesta termasuk ternak dan
tanaman).
Tujuan utama dari yadnya adalah : (1)
bakti kepada TYME beserta manifestasinya dan penjelmaannya; (2) tresna kepada
sesama warga : warga banjar, warga desa dan sanak saudara).
2. Jenis ternak untuk upacara
Jenis-jenis ternak yang dijadikan sarana
upacara (upakara) yang umum adalah : ayam, itik, angsa, babi, kambing, sapi,
kerbau dan hewan-hewan lainnya sesuai dengan tingkat upacara. Dengan upacara
yang menggunakan ternak atau hewan ini merupakan simbul-simbul agar manusia
dalam berkarya supaya baik (satwam), tidak menyalahgunakan kekuasaan (rajas)
dan tidak mencari kekayaan dengan cara illegal (tamas).
3. Hasil ternak untuk bahan upakara (sarana upakara)
Hasil ternak yang dijadikan sarana dapat
berupa (1) keseluruhan (ukudan seperti : ayam hidup, sapi gading,
sapi putih); (2) sebagian dari anggota badan (kepala sapi, kepala babi, kepala
kerbau, ekor babi, kaki, kulit (belulang : ayam, anjing, kambing,
kerbau, sapi); (3) jeroan (jeroan babi, jeroan ayam); dan (4) telur (itik,
ayam). Di NTT, kepala kerbau dibenamkan pada saat peletakan batu pertama
pembuatan jembatan, sapi dan kambing disemblih pada saat Hari Raya Idul Adha
(Islam) untuk kemudian dibagi-bagikan keada fakir miskin.
Suku Inca di Peru melakukan upacara caju
yaitu upacara pencukuran bulu dan pemotongan hewan Picuna (berbulu
tebal) yang mirip dengan domba yang hidup dihutan-hutan. Upacara ini sebagai
rasa syukur atas perlindungan (bulu untuk baju dan selimut) dan kemakmuran
(daging untuk konsumsi) bagi masyarakat suku Inca.
B. Jenis Upacara untuk Peternakan
Masyarakat Hindu di Bali pada waktu
melaksanakan upacara peternakan
dilakukan dengan cara menghaturkan sesajen kepada Bhatara Pasupati sebagai dewanya
binatang. Upacara dilakukan secara sporadis (misalnya saat mengajar
ternak dan ninggungin) dan secara periodik (berkala seperti upacara Tumpek
Kandang = Tumpek Uye). Upacara Tumpek Kandang jatuh pada Hari
Sabtu Kliwon wuku Uye setiap 210 hari.
Beberapa peternak sapi di Jepang
meletakkan batu khusus sebagai simbol bagi yang melindungi ternaknya. Demikian
juga yang dilakukan oleh peternak-peternak tradisional yang masih menganut
faham animisme lainnya.
C. Hari Baik dan Buruk untuk Peternakan
Hari-hari baik untuk peternakan di Bali
tercantum dalam lontar Wariga (paduwasan : baik-buruknya hari). Dalam
lontar tersebut disebutkan bahwa ware (nama dan kondisi) untuk semua
kegiatan peternakan adalah watek manuh, sedangkan hari yang tidak baik
untuk semua kegiatan peternakan adalah kala rumpuh. Hal baik-buruknya
hari untuk peternakan dapat dilihat
dengan baik pada Kalender Bali semua pengarang.
D. Kepercayaan Umat
Umat Islam pantang atau haram pada
makanan yang berisi bahan berasal dari babi, sedangkan umat Hindu India pantang
pada makanan yang mengandung bahan yang berasal dari daging sapi. Sebaliknya
pada umat Hindu di Bali, hanya mereka yang bersetatus pendeta (Siwa), pemangku
dan perorangan yang pantang pada makanan yang berasal dari bahan mengandung
daging sapi. Umat Nasrani khusus memasak daging kalkun untuk dinner
bersama keluarga pada perayaan Natal.
E. Penganut Ajaran Siwa
Umat Hindu Bali menganut ajaran Siwa,
dimana TYME dengan pancaran sinar suciNya berwujud Bhatara Siwa yang dapat
bermanifestasi sebagai pencipta, pemelihara dan pemusnah (pamralina).
VI.
Keterkaitan Peternakan dengan Adat-Istiadat dan Ke-biasaan
A.
Kebiasaan –perorangan
Umat Hindu di Bali ada yang makan daging (keni =
boleh), ada yang tidak makan daging (tan keni = tidak boleh) dan adapula
yang memakan segala macam daging (ngarapu) serta ada pula yang tidah
memakan daging sama sekali (vegetarian).
Ada pula kelompok atau perorangan yang
tidak memakan daging ternak tertentu misalnya daging sapi, kambing dan babi;
ada pula yang tidak mengkonsumsi daging pada hari tertentu saja misalnya hari
senin dan kamis.
B.
Kebiasaan Kelompok
Ada kelompok masyarakat di Sumatera
Utara dan Sulawesi Utara yang mengkonsumsi makanan mengandung daging anjing
pada waktu upacara. Di beberapa kota di Indonesia ada persatuan DMA (”Dog Meat
Association”) yang secara rutin mengkonsumsi makanan yang mengandung daghing
anjing. Di Arab Saudi, sesudah memakan masakan yang berisi daging kambing,
mereka lalu makan buah nenas untuk menetralkan pengaruh buruk daripada daging
kambing.
Pada pertanian basah, petani banyak yang
makan masakan dari siput (keong sawah : kakul dalam bahasa Bali),
sedangkan pada pertanian kering banyak petani makan masakan bekicot. Pada
daerah perkebunan kelapa di Bali, banyak orang mengkonsumsi daging tupai hasil
buruannya.
C.
Kebiasaan Daerah
Umat Hindu di Bali pada umumnya bisa mengkonsumsi
daging ayam dan babi, sedangkan umat Hindu di Kabupaten Badung dan Denpasar
Selatan dulu biasa mengkonsumsi daging penyu terutama pada waktu ada upacara
keagamaan. Masyarakat Madura biasa makan sate dan gulai kambing, sedangkan masyarakat
di Okinawa Selatan (Jepang) paling senang makan daging babi, sedangkan di
daerah Hokkaido Utara, Nagano dan Kumamoto, Jepang, orang banyak makan daging
kuda.
D.
Adat-istiadat
Sebagai ucapan terimakasih kepada
anggota masyarakat atau banjar saat membantu pelaksanaan upacara keagamaan (di
Bali misalnya), diadakan acara makan bersama atau magibung (duduk
bersama dan makan bersama) dimana pangkonan (nasi lengkap dengan
beberapa macam lauk-pauknya : sate, lawar, komoh, jukut ares, bawang
goreng dan garam) disantap oleh 4 orang (laki atau perempuan secara
bersama-sama).
E.
Selera Pembeli
Konsumen mempunyai selera tertentu
kepada produk ternak tertentu. Masyarakat di AS dan Eropa lebih suka memilih
atau mengkonsumsi telur yang warna kulitnya coklat diban-dingkan dengan telur yang kulitnya
berwarna putih. Perlu juga diketahui kebiasaan atau selera konsumen terhadap
produk-produk pternakan berbeda-beda, ada kelompok atau perorangan senang
dengan daging sapi Kobe seperti di Jepang karena dagingnya lembut. Orang tertentu masih lebih suka mengkonsumsi
telur ayam kampung atau daging ayam kampung dibandingkan dengan telur atau
daging ayam ras karena daging atau telur ayam ras lebih hamis.
VII. Kesejahteraan Hewan (Termasuk Ternak)
Kesejahteraan dapat
diartikan sebagai kebahagiaan, kemakmuran, kecukupan dalam kesehatan atau
keberhasilan (Moss, 1992). Kesejahteraan ini melingkupi fisik dan mental
sehingga terdapat banyak aspek yang dapat menilainya. Animal welfare atau
kesejahteraan hewan dapat diartikan sebagai kondisi kecukupan dari aspek fisik
dan mental (psikis) yang memperhatikan kebutuhan dasar hewan. Kesejahteraan
hewan dalam peternakan adalah memperlakukan hewan ternak sebagaimana mestinya
dari aspek fisis dan psikis hewan ternak serta layak dalam pemenuhan kebutuhan
dasarnya. Kebutuhan dasar hewan dalam peternakan (Moss 1992) sebagai berikut :
1. Kondisi nyaman dan perlindungan yang layak.
2. Kecukupan air yang bersih dan pakan untuk menjaga
kesehatan.
3. Kebebasan dalam bergerak.
4. Kebebasan untuk berinteraksi dengan hewan lain.
5. Kesempatan untuk beraktivitas sesuai dengan prilaku
3. Kebebasan dalam bergerak.
4. Kebebasan untuk berinteraksi dengan hewan lain.
5. Kesempatan untuk beraktivitas sesuai dengan prilaku
alaminya.
6. Pencahayaan yang cukup.
7. Lantai yang baik dan tidak rusak.
8. Pencegahan atau diagnosa berkala, pengobatan dari
6. Pencahayaan yang cukup.
7. Lantai yang baik dan tidak rusak.
8. Pencegahan atau diagnosa berkala, pengobatan dari
perlakuan yang buruk, perlukaan, infestasi parasit
dan
penyakit.
9. Pencegahan dari pemotongan yang tidak beralasan.
Perhatian terhadap kebutuhan dasar ini secara langsung menjadi bagian dari prinsip kesejahteraan hewan. Prinsip pelaksanaan kesejahteraan hewan menurut OIE (Office International des Epizootica) dapat diterapkan pada hewan yang diperuntukkan dalam peternakan. Kesejahteraan hewan dapat diterapkan pada peternakan dari hulu hingga hilir dimana hewan mendapat perlakuan. Hal ini membuat perlakuan harus mensejahterakan hewan ternak di dalam peternakan, pasar hewan, proses tranportasi hingga di rumah potong hewan. Proses mensejahterakan hewan ternak dari bagian hulu peternakan hingga bagian hilir (stable to table) sangat erat kaitannya dan terhubung dengan etika serta profesionalitas dokter hewan (WVA1997).
Etika dan Profesionalitas Dokter Hewan.
Dokter hewan dalam menjalankan perannya dituntut memiliki etika dan profesionalitas. Etika dan profesionalitas ini masuk dalam profesi (profesio = pengakuan) yang didapat dokter hewan. Etika profesi adalah segala nilai yang dianggap baik dan buruk, salah atau benar yang berlaku untuk sekelompok orang dengan profesi yang sama atau kepentingan yang sama dan menjadi batasan-batasan bagi para anggota profesi tersebut dalam hal tindakan, perilaku dan sikapnya dalam menjalankan profesinya. Profesionalitas merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, memenuhi stándar dan kaidah-kaidah keilmuan yang mempunyai kekuatan hukum dan dinyatakan dengan sertifikasi dan lisensi.
Beranjak dari definisi ini maka dokter hewan secara harfiah memiliki paham untuk mensejahterakan hewan. Hal ini disebabkan oleh tanggungjawab yang diemban oleh dokter hewan dalam membuat hewan menjadi sehat atau bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit (bagian dari five freedom). Dasar dari tanggungjawab ini yang membuat peran dokter hewan menjadi vital dalam tindakan mensejahterakan hewan di peternakan.
Tindakan yang Termasuk Dalam Kesejahteraan Hewan di Peternakan.
Kegiatan dalam membuat hewan sejahteran di dalam peternakan terkadang menghadapi berbagai masalah. Masalah pokok dalam kesejahteraan hewan ternak yang sering ditemukan adalah :
9. Pencegahan dari pemotongan yang tidak beralasan.
Perhatian terhadap kebutuhan dasar ini secara langsung menjadi bagian dari prinsip kesejahteraan hewan. Prinsip pelaksanaan kesejahteraan hewan menurut OIE (Office International des Epizootica) dapat diterapkan pada hewan yang diperuntukkan dalam peternakan. Kesejahteraan hewan dapat diterapkan pada peternakan dari hulu hingga hilir dimana hewan mendapat perlakuan. Hal ini membuat perlakuan harus mensejahterakan hewan ternak di dalam peternakan, pasar hewan, proses tranportasi hingga di rumah potong hewan. Proses mensejahterakan hewan ternak dari bagian hulu peternakan hingga bagian hilir (stable to table) sangat erat kaitannya dan terhubung dengan etika serta profesionalitas dokter hewan (WVA1997).
Etika dan Profesionalitas Dokter Hewan.
Dokter hewan dalam menjalankan perannya dituntut memiliki etika dan profesionalitas. Etika dan profesionalitas ini masuk dalam profesi (profesio = pengakuan) yang didapat dokter hewan. Etika profesi adalah segala nilai yang dianggap baik dan buruk, salah atau benar yang berlaku untuk sekelompok orang dengan profesi yang sama atau kepentingan yang sama dan menjadi batasan-batasan bagi para anggota profesi tersebut dalam hal tindakan, perilaku dan sikapnya dalam menjalankan profesinya. Profesionalitas merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, memenuhi stándar dan kaidah-kaidah keilmuan yang mempunyai kekuatan hukum dan dinyatakan dengan sertifikasi dan lisensi.
Beranjak dari definisi ini maka dokter hewan secara harfiah memiliki paham untuk mensejahterakan hewan. Hal ini disebabkan oleh tanggungjawab yang diemban oleh dokter hewan dalam membuat hewan menjadi sehat atau bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit (bagian dari five freedom). Dasar dari tanggungjawab ini yang membuat peran dokter hewan menjadi vital dalam tindakan mensejahterakan hewan di peternakan.
Tindakan yang Termasuk Dalam Kesejahteraan Hewan di Peternakan.
Kegiatan dalam membuat hewan sejahteran di dalam peternakan terkadang menghadapi berbagai masalah. Masalah pokok dalam kesejahteraan hewan ternak yang sering ditemukan adalah :
·
Kandang yang ukurannya tidak mencukupi.
·
Kondisi kandang yang menjemukan.
·
Kurangnya kontak
sosial/permainan/exercise.
·
Frustasi yang dicerminkan dengan
berbagai tingkah laku seperti mandi debu, menggigit kandang dan membuat sarang.
·
Stimulasi yang berlebihan, misalnya
kandang yang terlalu besar, mencampur hewan yang tidak sekawan dan suara ribut.
·
Breeding/masalah genetik/tekanan
produksi sampai pada kelemahan teknologi
·
Kematian dini/penyakit/mutilasi.
·
Terpapar panas-hujan / kurangnya peneduh.
·
Metode pemeliharaan yang tidak manusiawi, misalnya force
feeding, sapi glonggong.
·
Masalah selama transportasi, misalnya stress dan luka.
·
Masalah akibat penanganan, misalnya kasar.
·
Penyembelihan, misalnya tukang potong yang tidak ahli, metode
pemotongan yang tidak manusiawi.
Masalah-masalah pokok ini secara garis besar dapat diperbaiki
dengan memperhatikan kriteria penilaian kesejahteraan hewan. The Royal Society
for Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA) di United Kingdom percaya bahwa
kesejahteraan pada hewan ternak dapat dipenuhi melalui pemenuhan lima
kebebasan. Lima kebebasan (five freedom) diantaranya freedom from hunger and
thirst (bebas dari lapar dan haus), freedom from discomfort (bebas dari
ketidaknyamanan), freedom from pain, injury, and disease (bebas dari sakit dan
penyakit), freedom from fear and distress (bebas dari takut dan tertekan) dan
freedom to express normal behavior (bebas melakukan prilaku normal).
Berdasar dari five freedom tersebut maka masalah-masalah pokok kesejahteraan hewan dapat diatasi dengan tindakan seperti :
1. Perbaikan manajemen kandang.
Perbaikan manajemen kandang akan membuat hewan menjadi nyaman, tidak tertekan dan tidak takut. Hewan ternak akan tercukupi karena kondisi lantai yang baik, bahan perkandangan tidak melukai, penerangan yang nyaman, sanitasi yang baik (udara dan air bersih), pakan yang sehat, suhu dan kelembaban sesuai, pengelompokan umur yang sesuai dan kepadatan yang sesuai.
2. Perbaikan manajemen kesehatan.
Perbaikan manajemen kesehatan ini akan memberi kesehatan optimum dari hewan ternak karena program pemeriksaan berkala, pengobatan dan pemberian nutrisi yang cukup.
3. Perbaikan prilaku alami hewan.
Prilaku alami hewan ternak bisa teraktualisasikan jika terdapat ruang yang cukup, adanya kesempatan, tidak tersakiti dan tidak terganggu.
4. Perbaikan penanganan penyakit.
Dalam penanganan wabah penyakit pada hewan ternak terkadang dalam pemusnahan masal hewan yang terjangkit penyakit dilakukan tidak dengan manusiawi. Hewan yang terjangkit penyakit sebisa mungkin dalam memusnahkannya, hewan ternak tidak merasakan sakit. Hewan yang sakit selayaknya mendapat pemeriksaan, pengkontrolan, dan pengobatan.
Perbaikan di atas tentu masih dapat dinilai pelaksanaannya berdasarkan kriteria yang sesuai. Adapun penilaian pelaksanaan animal welfare dalam peternakan seperti tabel di bawah ini.
Tabel 1. Kriteria Penilaian Pelaksanaan Animal Welfare Berdasarkan 5 Freedom.
Berdasar dari five freedom tersebut maka masalah-masalah pokok kesejahteraan hewan dapat diatasi dengan tindakan seperti :
1. Perbaikan manajemen kandang.
Perbaikan manajemen kandang akan membuat hewan menjadi nyaman, tidak tertekan dan tidak takut. Hewan ternak akan tercukupi karena kondisi lantai yang baik, bahan perkandangan tidak melukai, penerangan yang nyaman, sanitasi yang baik (udara dan air bersih), pakan yang sehat, suhu dan kelembaban sesuai, pengelompokan umur yang sesuai dan kepadatan yang sesuai.
2. Perbaikan manajemen kesehatan.
Perbaikan manajemen kesehatan ini akan memberi kesehatan optimum dari hewan ternak karena program pemeriksaan berkala, pengobatan dan pemberian nutrisi yang cukup.
3. Perbaikan prilaku alami hewan.
Prilaku alami hewan ternak bisa teraktualisasikan jika terdapat ruang yang cukup, adanya kesempatan, tidak tersakiti dan tidak terganggu.
4. Perbaikan penanganan penyakit.
Dalam penanganan wabah penyakit pada hewan ternak terkadang dalam pemusnahan masal hewan yang terjangkit penyakit dilakukan tidak dengan manusiawi. Hewan yang terjangkit penyakit sebisa mungkin dalam memusnahkannya, hewan ternak tidak merasakan sakit. Hewan yang sakit selayaknya mendapat pemeriksaan, pengkontrolan, dan pengobatan.
Perbaikan di atas tentu masih dapat dinilai pelaksanaannya berdasarkan kriteria yang sesuai. Adapun penilaian pelaksanaan animal welfare dalam peternakan seperti tabel di bawah ini.
Tabel 1. Kriteria Penilaian Pelaksanaan Animal Welfare Berdasarkan 5 Freedom.
Aspek
|
Parameter
|
Rasa haus dan lapar (hunger and thirst)
|
Kebutuhan pakan
|
Kondisi tubuh
|
|
Ketidaknyamanan (discomfort)
|
Kualitas udara
|
Kuantitas udara
|
|
Suhu kandang
|
|
Kondisi fisiologis
|
|
Intensitas cahaya
|
|
Aktivitas
|
|
Sakit dan kesakitan
(pain, injury, and disease)
|
Program pengendalian penyakit
|
Seleksi genetic
|
|
Mutilasi
|
|
Sarana pemeliharaan kesehatan
|
|
Euthanasia
|
|
Biosekuriti
|
|
Fasilitas pengobatan
|
|
Rasa takut dan tertekan
(fear and distress)
|
Prilaku pengelola
|
Kontrol predator
|
|
Peralatan dan kepadatan ternak
|
|
Ekspresi prilaku alamiah
(express normal behaviour)
|
Kebutuhan biologis/reproduksi
|
Kehidupan sosial
|
|
Kompetisi
|
|
Kepadatan ternak
|
Kesejahteraan pada hewan ternak akan memberi manfaat bagi
kwalitas hidup hewan ternak maupun manusia itu sendiri. Hewan ternak yang
memiliki kwalitas hidup yang baik maka dari peternakan akan diperoleh produk
peternakan yang berkwalitas pula. Produk peternakan yang berkwalitas akan
membawa pengaruh positif bagi kwalitas hidup manusia.
Kesejahteraan Hewan Versus Livestock Industri
Pembangunan peternakan tidak akan lepas dari upaya industrialisasi peternakan. Industrialisasi akan mendekatkan pada aspek komersialitas sehingga akan memunculkan paham profit oriented. Usaha peternakan (peternakan kecil hingga industri) akan berupaya mengeksploitasi hewan demi keuntungan. Produktifitas dan efisiensi seakan menjadi landasan untuk kemajuan pembangunan peternakan. Beberapa paham kesejahteraan hewan percaya bahwa hewan seharusnya tidak untuk dieksploitasi dengan berbagai cara. Pandangan ini jelas akan menimbulkan pertanyaan ”apakah aplikasi kesejahteraan hewan dalam peternakan dapat memberi keuntungan yang sama pada cara peternakan dengan eksploitasi hewan secara berlebihan?”, jawabannya tentu saja bisa bahkan dapat lebih.
Peternakan yang memperhatikan aspek kesejahteraan hewan tentu akan membutuhkan modal yang cukup besar. Kondisi kandang, sanitasi kandang, sumber air, pakan yang baik untuk kesehatan, lingkungan sekitar kandang, suhu lingkungan, kelembapan lingkungan, kepadatan ternak sampai pada tingkat kebisingan harus diperhatikan. Perihal inilah yang mungkin menjadi dilema dalam pembangunan peternakan di Indonesia. Penyertaan modal yang besar dalam pendirian peternakan yang menerapkan aspek kesejahteraan hewan masih menjadi alasan utama kebanyakan peternak untuk menghindari prinsip animal welfare di peternakan mereka.
Kondisi demikian harus diperhatikan oleh pemerintah dengan niat politik (political will) untuk menerapkan prinsip animal welfare di peternakan. Niat politik ini dapat berupa Undang-Undang atau peraturan lainnya.
Legislasi Animal Welfare
Aspek legislasi merupakan penyelaras dalam pelaksanaan kesejahteraan pada hewan ternak. United Kingdom (Inggris) sadar bahwa dengan penguatan di bidang legislasi akan memberi pengaruh yang nyata pada aplikasi kesejahteraan pada hewan ternak. Pada tahun 1911, Inggris mulai mengumpulkan aturan tentang perlindungan hewan dari tahun 1786 (The Knackers Act Scct. 4) sampai tahun 1907 (The Injured Animals Act) untuk dijadikan hukum negara. Hukum negara tentang perlindungan hewan ini dikenal dengan Protection of Animals Act 1911. Kesadaran akan kebutuhan terhadap hukum ini membuat perkembangan yang baik terhadap kesejahteraan pada hewan ternak hingga kini. Kesadaran muncul dengan dilakukan perubahan dan perbaikan terhadap undang-undang yang telah ada. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :
1. Agriculture Act 1968 Part 1 ”Welfare of Livestock”.
2. The Walfare of Livestock Regulations 1978.
3. The Walfare of Livestock Regulations 1987
Legislasi tentang kesejahteraan hewan dalam sektor peternakan diIndonesia masih
jauh dari harapan. Sejak tahun 1967, legislasi berupa Undang-Undang (UU) No. 6
Tahun 1967 tetang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menjelaskan kesejahteraan
hewan belum juga terdapat perubahan yang berarti. Undang-Undang yang telah
mengamanatkan pelaksanaan kesejahteraan hewan hingga kini belum diatur
pelaksanaanya. Aturan pelaksanaan kesejahteraan hewan seperti Peraturan
Pemerintah (PP) belum terdapat hingga kini sehingga dirasa pelaksanaanya belum
jelas. Tidak terdapatnya PP sebagai aturan pelaksana maka akan sulit bagi
masyarakat untuk menterjemahkan aturan tentang kesejahteraan hewan. Hal ini
tentunya menjadi masalah dalam aplikasi kesejahteraan pada hewan ternak. Banyak
sikap yang telah disampaikan untuk memperbaiki kondisi ini seperti pada
Musyawarah Nasional Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) tahun 2001 di
Bali yang menghasilkan beberapa rekomendasi.
Kesejahteraan Hewan Versus Livestock Industri
Pembangunan peternakan tidak akan lepas dari upaya industrialisasi peternakan. Industrialisasi akan mendekatkan pada aspek komersialitas sehingga akan memunculkan paham profit oriented. Usaha peternakan (peternakan kecil hingga industri) akan berupaya mengeksploitasi hewan demi keuntungan. Produktifitas dan efisiensi seakan menjadi landasan untuk kemajuan pembangunan peternakan. Beberapa paham kesejahteraan hewan percaya bahwa hewan seharusnya tidak untuk dieksploitasi dengan berbagai cara. Pandangan ini jelas akan menimbulkan pertanyaan ”apakah aplikasi kesejahteraan hewan dalam peternakan dapat memberi keuntungan yang sama pada cara peternakan dengan eksploitasi hewan secara berlebihan?”, jawabannya tentu saja bisa bahkan dapat lebih.
Peternakan yang memperhatikan aspek kesejahteraan hewan tentu akan membutuhkan modal yang cukup besar. Kondisi kandang, sanitasi kandang, sumber air, pakan yang baik untuk kesehatan, lingkungan sekitar kandang, suhu lingkungan, kelembapan lingkungan, kepadatan ternak sampai pada tingkat kebisingan harus diperhatikan. Perihal inilah yang mungkin menjadi dilema dalam pembangunan peternakan di Indonesia. Penyertaan modal yang besar dalam pendirian peternakan yang menerapkan aspek kesejahteraan hewan masih menjadi alasan utama kebanyakan peternak untuk menghindari prinsip animal welfare di peternakan mereka.
Kondisi demikian harus diperhatikan oleh pemerintah dengan niat politik (political will) untuk menerapkan prinsip animal welfare di peternakan. Niat politik ini dapat berupa Undang-Undang atau peraturan lainnya.
Legislasi Animal Welfare
Aspek legislasi merupakan penyelaras dalam pelaksanaan kesejahteraan pada hewan ternak. United Kingdom (Inggris) sadar bahwa dengan penguatan di bidang legislasi akan memberi pengaruh yang nyata pada aplikasi kesejahteraan pada hewan ternak. Pada tahun 1911, Inggris mulai mengumpulkan aturan tentang perlindungan hewan dari tahun 1786 (The Knackers Act Scct. 4) sampai tahun 1907 (The Injured Animals Act) untuk dijadikan hukum negara. Hukum negara tentang perlindungan hewan ini dikenal dengan Protection of Animals Act 1911. Kesadaran akan kebutuhan terhadap hukum ini membuat perkembangan yang baik terhadap kesejahteraan pada hewan ternak hingga kini. Kesadaran muncul dengan dilakukan perubahan dan perbaikan terhadap undang-undang yang telah ada. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :
1. Agriculture Act 1968 Part 1 ”Welfare of Livestock”.
2. The Walfare of Livestock Regulations 1978.
3. The Walfare of Livestock Regulations 1987
Legislasi tentang kesejahteraan hewan dalam sektor peternakan di
1.
Rekomendasi PDHI terkait dengan kesejahteraan hewan seperti :
Mendorong pemerintah segera mengeluarkan PP tentang Kesejahteraan hewan.
Mendorong pemerintah segera mengeluarkan PP tentang Kesejahteraan hewan.
2.
Menyarankan kepada Menteri Pertanian
untuk membentuk 2 komisi yakni, komisi kesejahteraan hewan dan komisi etika
hewan.
3.
Menyampaikan draf PP kesejahteraan hewan.
Pemerintah sudah saatnya memperhatikan dengan serius permasalahan kesejahteraan pada hewan ternak. Hal ini merupakan isu global yang harus diantisipasi dengan tindakan nyata. Bila isu global ini (animal welfare) tidak diantisipasi dengan baik dan tidak dipecahkan permasalahanya maka akan membuat implikasi ditolaknya pruduk peternakan Indonesia di pasar global.
Pemerintah harus membuat keputusan tentang badan atau lembaga pemerintah mana yang bertanggungjawab dalam menjawab permasalahan kesejahteraan hewan. Perihal yang baik tampak pada regulasi yang berlaku di Swiss. Pemerintahan Swiss memiliki badan yang bertanggungjawab pada segala permasalahan tentang kesehatan hewan termasuk kesejahteraan hewan. Badan ini dikenal dengan nama Federal Veterinary Office (FVO). Indonesia sudah selayaknya memiliki badan otoritas serupa yang berwenang terhadap permasalahan kesehatan hewan termasuk kesejahteraan hewan. Badan otoritas ini harus memiliki payung hukum dan aturan pelaksanaan yang terstruktur dengan baik sehingga diharapkan dapat berfungsi dengan baik dalam menjamin pelaksanaan yang baik terhadap kesejahteraan hewan ternak.
Konsep Kesejahteraan Hewan Untuk Peternakan Ayam
Lebih dari 1,15 milyar ayam dipelihara secara intensif di Indonesia. Sistem
pemeliharan yang menghasilkan lebih banyak telur dan daging ayam dalam waktu
yang relatif singkat, namun menyebabkan penderitaan fisik maupun psikologis
bagi ayam.
Dengan alasan untuk meningkatkan kehidupan ayam sealami mungkin dengan
menyediakan kandang yang meleluaskan bagi ayam untuk bergerak, mengepakkan
sayap, bertengger, mandi debu, serta mencari serangga untuk kebutuhan makan
bahkan untuk bersarang. Maka karena alasan tersebut, dibeberapa negara Eropa
pemeliharaan ayam dalam kandang intensive dilarang.
Hal yang lebih serius terhadap upaya pelarangan tersebut adalah perhatian
terhadap kelangsungan ketersediaan makanan asal hewan yang sehat dan
berkualitas, mencegah penyebaran penyakit, dampak buruk terhadap lingkungan
serta kondisi ekonomi masyarakat pedesaan dari pemeliharaan ayam secara
intensive.
Di beberapa negara Asia promosi terhadap sistem pemeliharaan yang kurang
mensejahterakan hewan dan akan berdampak terhadap kesehatan dan penyebaran
penyakit mulai diperkenalkan. Apalagi kasus flu burung yang berpengaruh buruk
terhadap kesehatan manusia serta perekonomian Indonesia baru saja usai.. Bagaimana
kita menyikapi informasi yang tergolong masih baru ini?
Dengan adanya promosi konsep kesejahteraan hewan untuk industri ternak ayam
sebagai komoditi pangan, menjadi tantangan bagi Indonesia untuk kedepannya
sanggup mendirikan kawasan peternakan ayam yang mengarah ke peningkatan
kualiats hidup ternak ayam demi penyediaan hasil ternak yang sehat dan
berkualitas.
Dengan adanya tantangan tersebut, Srikandi Animal Care (SAC)
didukung oleh Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animal
(RSPCA) International, dan bekerja sama dengan Dinas Peternakan kabupaten
Blitar serta Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia cabang Jawa Timur II,
mengadakan sosialisasi KONSEP KESEJAHTERAAN HEWAN untuk Peternakan Ayam
dalam bentuk FARMER EDUCATION. Tujuan dalam penyelenggaraan kegiatan ini adalah :
1.
|
Meningkatkan pengetahuan peternak tentang manajemen
kesehatan ternak ayam
|
2.
|
Menambah wawasan peternak ayam tentang pentingnya
kesejahteraan hewan ternak
|
Penyelenggaraan
FARMER EDUCATION dipusatkan di Blitar. Sebagai pusat peternakan ayam di Jawa
Timur dengan populasi ayam sekitar 15 juta ekor dengan jumlah peternak sekitar
300 peternak. Hasil produksi ternak ayam di Blitar mampu mensupply 30%
kebutuhan nasional.
Kegiatan sosialisasi kesejahteraan hewan untuk ternak ayam, diadakan di beberapa tempat yaitu Wlingi, Kademangan, Wonodadi, Srengat dengan mengunjungi kelompok peternak dan beberapa kandang peternak ayam.
Kegiatan sosialisasi kesejahteraan hewan untuk ternak ayam, diadakan di beberapa tempat yaitu Wlingi, Kademangan, Wonodadi, Srengat dengan mengunjungi kelompok peternak dan beberapa kandang peternak ayam.
Selama
kegiatan berlangsung team SAC memberikan penjelasan tentang KONSEP
KESEJAHTERAAN HEWAN untuk ternak ayam yang dapat meningkatkan produksi ternak
ayam yang sehat dan berkualitas, mengurangi penyebaran penyakit, mencipkan
peternakan yang ramah lingkungan dan menigkatkan pendapatan peternak
Kesejahteraan Hewan di Bali
Kesejahteraan
hewan diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaan dimana hewan menikmati
kenyamanan, sehingga dapat hidup secara normal dan senang. Keadaan sejahtera
bagi hewan, apabila hewan di dalam hidupnya menikmati lima kebebasan, yaitu
bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari ketidak-nyamanan, bebas dari rasa
sakit, celaka/terluka, dan penyakit, bebas dari kekangan untuk menampilkan
tingkah laku normalnya dan bebas dari rasa ketakutan dan tertekan.
Perlakuan
manusia terhadap hewan merupakan salah satu bagian yang diatur dalam tata
perikalu masyarakat Bali melalui Tri Hita Karana, yakni tiga tindakan untuk
mewujudkan keseimbangan, terdiri dari melakukan hubungan baik dengan Tuhan Yang
Maha Esa sebagai Sang Pencipta dan Pengendali Kehidupan (Parahyangan),
melakukan hubungan baik dengan sesama manusia (Pawongan) dan berperilaku
baik terhadap lingkungan (Palemahan) yang salah satu komponennya adalah
hewan maupun ternak.
Perlakuan yang
baik terhadap lingkungan termasuk hewan di dalamnya, akan membuat hewan dapat
hidup sejahtera, lingkungan lestari, yang pada akhirnya akan memberikan
hasil/produksi yang baik dan sehat yang menjadikan manusia hidup sejahtera.
Sejahtera bagi manusia mengandung makna hidup tidak berkekurangan, sehat jasmani-rohani,
aman damai, nyaman tenteram lahir dan bathin (gemah ripah loh jinawi, toto
tentrem kerto raharjo).
Bagaimana manusia mewujudkan kesejahteraan hewan? Mewujudkan kesejahteraan
hewan dapat dilakukan dengan berpatokan kepada lima kebebasan bagi hewan yaitu
: bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari ketidak-nyamanan, bebas dari rasa
sakit, celaka/terluka, dan penyakit, bebas dari kekangan untuk menampilkan
tingkah laku normalnya dan bebas dari rasa ketakutan dan tertekan.
Tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari dilakukan dengan memberi pakan
dan minum yang baik mutunya dan cukup jumlahnya kepada hewan/ternak yang
dipelihara, membuatkan kandang yang memungkinkan hewan hidup tenang di
dalamnya, tidak kehujanan atau kepanasan, dapat bergerak dengan leluasa seperti
berdiri, rebahan/tidur atau duduk, berputar atau gerakan lain sesuai dengan
perilaku normalnya. Misalnya ayam (unggas) mempunyai kegemaran bertengger, dan
juga mandi debu. Maka peternak hendaknya menyediakan kandang yang dilengkapi
dengan tempat bertengger dan tempat berpasir untuk ayam mandi debu. Selain
juga melengkapi kandang sarana yang dibutuhkan ayam seperti tempat pakan,
tempat minum dan tempat bertelur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar