Senin, 02 April 2012

Lingkungan ternak


LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA
Dosen : I Ketut Sumadi
Hp : 081805473071 Telp. (0361) 424004

I. Istilah-istilah :
1.     Ternak adalah binatang atau hewan yang dipelihara dan dibudidayakan oleh manusia.
2.     Peternakan adalah usaha untuk meningkatkan produktivitas ternak.
3.     Usaha Peternakan meliputi bibit dan pembibitan, pakan dan cara pemberian pakan, pemeliharaan, kesehatan dan sanitasi, pascapanen dan sosial ekonomi.
4.     Produktivitas Ternak meliputi produksi dan mutu bibit, produksi dan mutu daging, telur, susu, produksi kerja dan mutu limbah.
5.     Kebudayaan adalah usaha manusia untuk meningkatkan taraf hidup lahir da batin (pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, kemampuan dan kebiasaan).
6.     Sosial adalah hubungan kehidupan kemasyarakatan manusia.
7.     Animal welfare (kesejahteraan hewan) adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mensejahterakan hewan (termasuk ternak).
8.     Filsafat Tri Hita Karana adalah konsep kebahagiaan hidup lahir dan batin oleh hubungan yang seimbang antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan.
II. Keterkaitan Usaha Peternakan dengan Kebudayaan
1.     Peternak mempunyai pengetahuan untuk memilih pakan dan cara pemberian pakan yang baik (pakan – pengetahuan).
2.     Peternak yang beragama Hindu di Bali mempersembahkan sesajen (banten) pada waktu Tumpek Kandang kepada Batara Pasupati (dewa dari semua binatang) supaya dilindungi usaha peternakannya (bibit – kepercayaan).
3.     Para peternak mengadakan pertunjukan kesenian sapi gerumbungan di Buleleng dan ketangkasan adu lari ternak makepung (kerbau) di Jembrana dan karapan (sapi) di Madura (sosial – seni).
4.     Setiap peternak berkewajiban moral untuk memelihara ternaknya dengan baik supaya ternaknya hidup sejahtera (kesehatan – moral).
5.     Ternak yang memasuki ladang petani lain dapat ditaban (sanksi hukum adat : awig-awig banjar atau desa adat) (pemeliharaan – hukum).
6.     Upacara ninggungin (menghaturkan babi guling : upacara keagamaan Hindu di Bali) sebagai rasa syukur kepada TYME karena ternak babi mereka tidak ada yang mati (pascapanen – adat, keagamaan).
7.     Peternak tradisional biasanya hanya mampu memelihara 2 ekor sapi atau kerbau, satu ekor babi induk atau 5 ekor ayam kampung (pemeliharaan – kemampuan).
8.     Kebiasaan di Bali adalah para wanita memelihara babi dan ayam, sedangkan para pria memelihara sapi atau kerbau (sosial ekonomi  - kebiasaan).

III. Keterkaitan Produktivitas Peternakan dengan Kebudayaan
1.     Peternak memiliki pengetahuan untuk memelihara ternak betina untuk dijadikan induk (bibit – pengetahuan).
2.     Beberapa peternak yang beragama Hindu di Bali memilih hari baik (watek suka atau watek manuh) untuk mengajar atau melatih ternak untuk menarik bajak atau gerobak supaya patuh kepada tuannya (kerja – kepercayaan).
3.     Sapi-sapi gerumbungan (di Buleleng) dilatih supaya ekornya tegak waktu berjalan atau lari derap (bibit – seni).
4.     Peternak sapi perah berkewajiban memberi pakan yang baik agar produksi susunya sesuai dengan potensi genetik yang diiliki oleh ternak (susu – moral).
5.     Pemerintah dapat menangkap dan mengadili peternak atau penjual daging illegal (daging - hukum).
6.     Telur itik untuk kelengkapan sesajen daksina dan telur ayam untuk sesajen sudang-taluh (ikan-telur) (telur – keagamaan, adat).
7.     Petugas keamanan mampu melatih anjing menjadi anjing pelacak, pawang gajah mampu melatih gajah menjadi hewan pengangkut kayu gelondongan (bibit –kemampuan).
8.     Peternak tradisional bisa melakukan memindah-mindahkan kandang sapinya di tegalan ladangnya sehingga kotoran sapinya menyebar secara merata di tegalannya (limbah – kebiasaan).

IV.  Hubungan Peternakan dengan Tri Hita Karana
A.   Hubungan ternak dengan Tuhan
1.     Ternak sebagai kendaraan (sapi nandaka sebagai kendaraan Dewa Siwa)
2.     Ternak sebagai wahana (Tapakan: Siwa bertapakan Singa sebagai manifestasi melindungi umat manusia dari roh-roh jahat)
3.     Ternak sebagai sarana upacara Dewa Yadnya (hasil ternak dipersebahkan dalam upacara-upacara yang berhubungan dengan Dewa Yadnya (persembahan kepada Dewa, TYME; terutama sebagai rasa terimakasih manusia kepada TYME atas ciptaannya berupa ternak yang dapat memberi kesejahteraan kepada manusia).

B.   Hubungan Ternak dengan Ternak
1.     Hubungan antara ras yang sama (hubungan antara jantan dan betina, hubungan antara induk dengan anak, hubungan antara anak dengan anak, hubungan antara jenis kelamin yang sama).
2.     Hubungan antara ras yang berbeda (kawin silang, ternak sebagai pembawa penyakit, integrasi komersial).

C.   Hubungan Ternak dengan Manusia
1.     Ternak sebagai tenaga kerja
Pada daerah kering, kuda digunakan untuk mengangkut hasil pertanian, sedangkan pada daerah pertanian basah (lahan basah) gajah dapat berperan misalnya untuk mengangkut kayu gelondongan. Selain gajah dan kuda, ternak-ternak yang dapat digunakan sebagai ternak kerja adalah : sapi, kerbau, unta, keledai, lamma dan anjing.

2.     Ternak sebagai bahan pangan
Hasil ternak sebagai bahan pangan adalah telur, susu dan daging sebagi sumber protein hewani. Mutu bahan pangan asal hewan ini sangat bergantung kepada jenis ternak, fase produksi dan pakan yang diberikan. Sebagai penghasil (1) telur misalnya ayam kampung (bukan ras : warna telur putih), ayam ras (warna telur putih dan merah) dan itik (warna telur putih pada itik Bali dan biru pada itik Mojosari); penghasil (2) daging misalnya babi, kambing, sapi, kerbau (dagingnya banyak mengandung lemak), kuda, rusa dan menjangan (dagingnya sedikit mengandung lemak); dan (3) penghasil susu misalnya sapi FH (sedikit mengandung lemak) dan sapi Jersey (banyak mengandung lemak).

3.     Ternak sebagai bahan papan dan sandang
Bulu ayam dapat digunakan sebagai sapubulu dan bulu itik dapat digunakan sebagai isi bantal bagi orang yang alergi terhadap kapuk. Kulit ternak yang sudah diproses dapat dijadikan tas, baju, koper, topi, ikat pinggang, sedangkan tulang-tulang yang lebar atau besar dapat digunakan barang-barang kerajinan. Kulit dapat juga dipakai sebagai barang-barang seni misalnya wayang kulit, tutup kendang (bedug), perangkat busana tari (Bali).

4.     Ternak sebagai simpanan
Kebanyakan peternak tradisional di Bali memelihara ternak-ternak seperti ayam, babi, itik sebagai simpanan untuk persiapan upacara keagamaan atau sebagai simpanan akan dijual saat ada keperluan uang pada kehidupan sehari-hari

5.     Ternak sebagai hiburan atau hobi
Petani memelihara sapi untuk atraksi sapi gerumbungan (di Buleleng dan Jembrana) atau atraksi karapan sapi (di Madura) dan kerbau untuk atraksi pacuan (makepung di Jembrana; barapan di Sumbawa). Di Amerika, sapi-sapi liar ditunggangi untuk atraksi rodeo serta di Thailand ada  atraksi adu ayam jago khusus untuk wisatawan asing. Ada anggota masyarakat yang memelihara hewan untuk hobi seperti memelihara burung, anjing, kucing, ular, ayam pelung dan lain sebagainya

6.     Ternak sebagai penyebab penyakit pada manusia
Tersebarnya penyakit sapi gila (BSE = Bovine Spongifern Encephalopathy) yang sangat berbahaya bagi orang yang memakan dagingnya, demikian juga dengan penyakit anthrax pada sapi, burung unta dan ternak lainnya sangat berbahaya bagi yang memakan daging ternak yang terinfeksi. Seperti halnya juga penyakit-penyakit zoonosis lainnya seperti : AI (avian influenza = flu burung), rabies (gila anjing) dan cacing pita.

7.     Peternak sebagai pengaman atau pelacak
Gajah dapat dilatih sebagai kendaraan seprti di Thailand untuk mengamankan hutan dari pencurian kayu, sedangkan ternak-ternak kuda di Australia dikendarai pasukan berkuda dari satua kepolisian untuk me-ngamankan jalan-jalan protokol. Lain halnya di Inggris, angsa dijadikan sebagai ternak pengaman dengan jalan membuat selokan sekitar pabrik sehingga angsa akan berenang dan berkeliling pabrik. Bila ada benda asing mendekati pagar, maka para angsa akan berteriak. Anjing dingo di Australia dipakai sebagai pengaman dan pengembala domba. Anjing juga dapat dilatih untuk menuntun orang-orang buta atau juga dapat dilati untuk melacak peredaran obat bius.

8.     Ternak sebagai obat tradisional
Ternak diambil seluruh, sebagian atau bagian organ tertentu dari ternak sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan penyakit luar atau pun untuk penyakit dalam atau dijadikan bahan pakan suplemen yang diyakini dapat menyembuhkan suatu penyakit tertentu. Sebagai contoh anak tikus, telur, daging kambing, empedu ular, daging anjing, kadal, susu, air kencing sapi, tanduk rusa, embrio rusa, cula badak dan lain sebagainya.

9.     Ternak/hewan untuk meramalkan watak manusia
Dari 12 bintang (rasi) di langit yang digunakan untuk meramalkan nasib seseorang yang sudah memasyarakat. Delapan rasi bintang berbentuk hewan seperti Capricorn (berbetuk kambing), Pisces (ikan), Aries (domba), Taurus (sapi), Cancer (kepiting), Leo (singa),  Scorpio (kalajengking) dan Sagitarius (kuda).

10.      Ternak/hewan sebagai pelakon
Ternak atau hewan sering dijadikan pelakon (tokoh dalam ceritra : fabel) untuk menunjukkan peran keangkuhan atau toleransi. Dalam ceritra tokoh kancil misalnya yang sangat licik, kerbau yang bodoh atau tokoh sapi dan kambing yang senang membodohi binatang lainnya.

V. Keterkaitan Peternakan dengan Agama.
A. Ternak untuk Upacara
1. Jenis upacara
Agama adalah suatu sarana berupa kendaraan, jalan dan rambu-rambuatau tuntunan hidup bagi manusia untuk menuju TYME dalam mencapai kesempurnaan kehidupan lahir-batin. Untuk mencapai tujuan tersebut, diadakan upacara (ritual) menurut Hindu (di Bali) diklasifikasikan dengan Panca Yadnya : (1) Dewa Yadnya (upacara ditujukan kepada Tuhan); (2) Rsi Yadnya (ditujukan kepada Para Rsi atau Pendeta); (3) Manusa Yadnya (upacara untuk manusia); (4) Pitra Yadnya (upacara untuk orang yang sudah meninggal); dan (5) Butha Yadnya (upacara untuk mensucikan alam semesta termasuk ternak dan tanaman).
Tujuan utama dari yadnya adalah : (1) bakti kepada TYME beserta manifestasinya dan penjelmaannya; (2) tresna kepada sesama warga : warga banjar, warga desa dan sanak saudara).

2. Jenis ternak untuk upacara
Jenis-jenis ternak yang dijadikan sarana upacara (upakara) yang umum adalah : ayam, itik, angsa, babi, kambing, sapi, kerbau dan hewan-hewan lainnya sesuai dengan tingkat upacara. Dengan upacara yang menggunakan ternak atau hewan ini merupakan simbul-simbul agar manusia dalam berkarya supaya baik (satwam), tidak menyalahgunakan kekuasaan (rajas) dan tidak mencari kekayaan dengan cara illegal (tamas).

3.  Hasil ternak untuk bahan upakara (sarana upakara)
Hasil ternak yang dijadikan sarana dapat berupa (1) keseluruhan (ukudan seperti : ayam hidup, sapi gading, sapi putih); (2) sebagian dari anggota badan (kepala sapi, kepala babi, kepala kerbau, ekor babi, kaki, kulit (belulang : ayam, anjing, kambing, kerbau, sapi); (3) jeroan (jeroan babi, jeroan ayam); dan (4) telur (itik, ayam). Di NTT, kepala kerbau dibenamkan pada saat peletakan batu pertama pembuatan jembatan, sapi dan kambing disemblih pada saat Hari Raya Idul Adha (Islam) untuk kemudian dibagi-bagikan keada fakir miskin.
Suku Inca di Peru melakukan upacara caju yaitu upacara pencukuran bulu dan pemotongan hewan Picuna (berbulu tebal) yang mirip dengan domba yang hidup dihutan-hutan. Upacara ini sebagai rasa syukur atas perlindungan (bulu untuk baju dan selimut) dan kemakmuran (daging untuk konsumsi) bagi masyarakat suku Inca.

B. Jenis Upacara untuk Peternakan
Masyarakat Hindu di Bali pada waktu melaksanakan  upacara peternakan dilakukan dengan cara menghaturkan sesajen  kepada Bhatara Pasupati sebagai dewanya binatang. Upacara dilakukan secara sporadis (misalnya saat mengajar ternak dan ninggungin) dan secara periodik (berkala seperti upacara Tumpek Kandang = Tumpek Uye). Upacara Tumpek Kandang jatuh pada Hari Sabtu Kliwon wuku Uye setiap 210 hari.
Beberapa peternak sapi di Jepang meletakkan batu khusus sebagai simbol bagi yang melindungi ternaknya. Demikian juga yang dilakukan oleh peternak-peternak tradisional yang masih menganut faham animisme lainnya.

C. Hari Baik dan Buruk untuk Peternakan
Hari-hari baik untuk peternakan di Bali tercantum dalam lontar Wariga (paduwasan : baik-buruknya hari). Dalam lontar tersebut disebutkan bahwa ware (nama dan kondisi) untuk semua kegiatan peternakan adalah watek manuh, sedangkan hari yang tidak baik untuk semua kegiatan peternakan adalah kala rumpuh. Hal baik-buruknya hari untuk peternakan  dapat dilihat dengan baik pada Kalender Bali semua pengarang.

D. Kepercayaan Umat
Umat Islam pantang atau haram pada makanan yang berisi bahan berasal dari babi, sedangkan umat Hindu India pantang pada makanan yang mengandung bahan yang berasal dari daging sapi. Sebaliknya pada umat Hindu di Bali, hanya mereka yang bersetatus pendeta (Siwa), pemangku dan perorangan yang pantang pada makanan yang berasal dari bahan mengandung daging sapi. Umat Nasrani khusus memasak daging kalkun untuk dinner bersama keluarga pada perayaan Natal.

E. Penganut Ajaran Siwa
Umat Hindu Bali menganut ajaran Siwa, dimana TYME dengan pancaran sinar suciNya berwujud Bhatara Siwa yang dapat bermanifestasi sebagai pencipta, pemelihara dan pemusnah (pamralina).



VI. Keterkaitan Peternakan dengan Adat-Istiadat dan Ke-biasaan
A.   Kebiasaan –perorangan
Umat Hindu  di Bali ada yang makan daging (keni = boleh), ada yang tidak makan daging (tan keni = tidak boleh) dan adapula yang memakan segala macam daging (ngarapu) serta ada pula yang tidah memakan daging sama sekali (vegetarian).
Ada pula kelompok atau perorangan yang tidak memakan daging ternak tertentu misalnya daging sapi, kambing dan babi; ada pula yang tidak mengkonsumsi daging pada hari tertentu saja misalnya hari senin dan kamis.

B.   Kebiasaan Kelompok
Ada kelompok masyarakat di Sumatera Utara dan Sulawesi Utara yang mengkonsumsi makanan mengandung daging anjing pada waktu upacara. Di beberapa kota di Indonesia ada persatuan DMA (”Dog Meat Association”) yang secara rutin mengkonsumsi makanan yang mengandung daghing anjing. Di Arab Saudi, sesudah memakan masakan yang berisi daging kambing, mereka lalu makan buah nenas untuk menetralkan pengaruh buruk daripada daging kambing.
Pada pertanian basah, petani banyak yang makan masakan dari siput (keong sawah : kakul dalam bahasa Bali), sedangkan pada pertanian kering banyak petani makan masakan bekicot. Pada daerah perkebunan kelapa di Bali, banyak orang mengkonsumsi daging tupai hasil buruannya.


C.   Kebiasaan Daerah
Umat Hindu di Bali pada umumnya bisa mengkonsumsi daging ayam dan babi, sedangkan umat Hindu di Kabupaten Badung dan Denpasar Selatan dulu biasa mengkonsumsi daging penyu terutama pada waktu ada upacara keagamaan. Masyarakat Madura biasa makan sate dan gulai kambing, sedangkan masyarakat di Okinawa Selatan (Jepang) paling senang makan daging babi, sedangkan di daerah Hokkaido Utara, Nagano dan Kumamoto, Jepang, orang banyak makan daging kuda.

D.   Adat-istiadat
Sebagai ucapan terimakasih kepada anggota masyarakat atau banjar saat membantu pelaksanaan upacara keagamaan (di Bali misalnya), diadakan acara makan bersama atau magibung (duduk bersama dan makan bersama) dimana pangkonan (nasi lengkap dengan beberapa macam lauk-pauknya : sate, lawar, komoh, jukut ares, bawang goreng dan garam) disantap oleh 4 orang (laki atau perempuan secara bersama-sama).

E.   Selera Pembeli
Konsumen mempunyai selera tertentu kepada produk ternak tertentu. Masyarakat di AS dan Eropa lebih suka memilih atau mengkonsumsi telur yang warna kulitnya coklat  diban-dingkan dengan telur yang kulitnya berwarna putih. Perlu juga diketahui kebiasaan atau selera konsumen terhadap produk-produk pternakan berbeda-beda, ada kelompok atau perorangan senang dengan daging sapi Kobe seperti di Jepang karena dagingnya lembut.  Orang tertentu masih lebih suka mengkonsumsi telur ayam kampung atau daging ayam kampung dibandingkan dengan telur atau daging ayam ras karena daging atau telur ayam ras lebih hamis.

VII. Kesejahteraan Hewan (Termasuk Ternak)

Kesejahteraan dapat diartikan sebagai kebahagiaan, kemakmuran, kecukupan dalam kesehatan atau keberhasilan (Moss, 1992). Kesejahteraan ini melingkupi fisik dan mental sehingga terdapat banyak aspek yang dapat menilainya. Animal welfare atau kesejahteraan hewan dapat diartikan sebagai kondisi kecukupan dari aspek fisik dan mental (psikis) yang memperhatikan kebutuhan dasar hewan. Kesejahteraan hewan dalam peternakan adalah memperlakukan hewan ternak sebagaimana mestinya dari aspek fisis dan psikis hewan ternak serta layak dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar hewan dalam peternakan (Moss 1992) sebagai berikut :

1. Kondisi nyaman dan perlindungan yang layak.
2. Kecukupan air yang bersih dan pakan untuk menjaga
    kesehatan.
3. Kebebasan dalam bergerak.
4. Kebebasan untuk berinteraksi dengan hewan lain.
5. Kesempatan untuk beraktivitas sesuai dengan prilaku
    alaminya.
6. Pencahayaan yang cukup.
7. Lantai yang baik dan tidak rusak.
8. Pencegahan atau diagnosa berkala, pengobatan dari
   perlakuan yang buruk, perlukaan, infestasi parasit dan
   penyakit.
9. Pencegahan dari pemotongan yang tidak beralasan.

Perhatian terhadap kebutuhan dasar ini secara langsung menjadi bagian dari prinsip kesejahteraan hewan. Prinsip pelaksanaan kesejahteraan hewan menurut OIE (Office International des Epizootica) dapat diterapkan pada hewan yang diperuntukkan dalam peternakan. Kesejahteraan hewan dapat diterapkan pada peternakan dari hulu hingga hilir dimana hewan mendapat perlakuan. Hal ini membuat perlakuan harus mensejahterakan hewan ternak di dalam peternakan, pasar hewan, proses tranportasi hingga di rumah potong hewan.
Proses mensejahterakan hewan ternak dari bagian hulu peternakan hingga bagian hilir (stable to table) sangat erat kaitannya dan terhubung dengan etika serta profesionalitas dokter hewan (WVA1997).

Etika dan Profesionalitas Dokter Hewan.
Dokter hewan dalam menjalankan perannya dituntut memiliki etika dan profesionalitas. Etika dan profesionalitas ini masuk dalam profesi (profesio = pengakuan) yang didapat dokter hewan. Etika profesi adalah segala nilai yang dianggap baik dan buruk, salah atau benar yang berlaku untuk sekelompok orang dengan profesi yang sama atau kepentingan yang sama dan menjadi batasan-batasan bagi para anggota profesi tersebut dalam hal tindakan, perilaku dan sikapnya dalam menjalankan profesinya. Profesionalitas merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, memenuhi stándar dan kaidah-kaidah keilmuan yang mempunyai kekuatan hukum dan dinyatakan dengan sertifikasi dan lisensi.

Beranjak dari definisi ini maka dokter hewan secara harfiah memiliki paham untuk mensejahterakan hewan. Hal ini disebabkan oleh tanggungjawab yang diemban oleh dokter hewan dalam membuat hewan menjadi sehat atau bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit (bagian dari five freedom). Dasar dari tanggungjawab ini yang membuat peran dokter hewan menjadi vital dalam tindakan mensejahterakan hewan di peternakan.

Tindakan yang Termasuk Dalam Kesejahteraan Hewan di Peternakan.
Kegiatan dalam membuat hewan sejahteran di dalam peternakan terkadang menghadapi berbagai masalah. Masalah pokok dalam kesejahteraan hewan ternak yang sering ditemukan adalah :
·         Kandang yang ukurannya tidak mencukupi.
·         Kondisi kandang yang menjemukan.
·         Kurangnya kontak sosial/permainan/exercise.
·         Frustasi yang dicerminkan dengan berbagai tingkah laku seperti mandi debu, menggigit kandang dan membuat sarang.
·         Stimulasi yang berlebihan, misalnya kandang yang terlalu besar, mencampur hewan yang tidak sekawan dan suara ribut.
·         Breeding/masalah genetik/tekanan produksi sampai pada kelemahan teknologi
·         Kematian dini/penyakit/mutilasi.
·         Terpapar panas-hujan / kurangnya peneduh.
·         Metode pemeliharaan yang tidak manusiawi, misalnya force feeding, sapi glonggong.
·         Masalah selama transportasi, misalnya stress dan luka.
·         Masalah akibat penanganan, misalnya kasar.
·         Penyembelihan, misalnya tukang potong yang tidak ahli, metode pemotongan yang tidak manusiawi.
Masalah-masalah pokok ini secara garis besar dapat diperbaiki dengan memperhatikan kriteria penilaian kesejahteraan hewan. The Royal Society for Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA) di United Kingdom percaya bahwa kesejahteraan pada hewan ternak dapat dipenuhi melalui pemenuhan lima kebebasan. Lima kebebasan (five freedom) diantaranya freedom from hunger and thirst (bebas dari lapar dan haus), freedom from discomfort (bebas dari ketidaknyamanan), freedom from pain, injury, and disease (bebas dari sakit dan penyakit), freedom from fear and distress (bebas dari takut dan tertekan) dan freedom to express normal behavior (bebas melakukan prilaku normal).
Berdasar dari five freedom tersebut maka masalah-masalah pokok kesejahteraan hewan dapat diatasi dengan tindakan seperti :

1. Perbaikan manajemen kandang.
Perbaikan manajemen kandang akan membuat hewan menjadi nyaman, tidak tertekan dan tidak takut. Hewan ternak akan tercukupi karena kondisi lantai yang baik, bahan perkandangan tidak melukai, penerangan yang nyaman, sanitasi yang baik (udara dan air bersih), pakan yang sehat, suhu dan kelembaban sesuai, pengelompokan umur yang sesuai dan kepadatan yang sesuai.
2. Perbaikan manajemen kesehatan.
Perbaikan manajemen kesehatan ini akan memberi kesehatan optimum dari hewan ternak karena program pemeriksaan berkala, pengobatan dan pemberian nutrisi yang cukup.
3. Perbaikan prilaku alami hewan.
Prilaku alami hewan ternak bisa teraktualisasikan jika terdapat ruang yang cukup, adanya kesempatan, tidak tersakiti dan tidak terganggu.

4. Perbaikan penanganan penyakit.
Dalam penanganan wabah penyakit pada hewan ternak terkadang dalam pemusnahan masal hewan yang terjangkit penyakit dilakukan tidak dengan manusiawi. Hewan yang terjangkit penyakit sebisa mungkin dalam memusnahkannya, hewan ternak tidak merasakan sakit. Hewan yang sakit selayaknya mendapat pemeriksaan, pengkontrolan, dan pengobatan.
Perbaikan di atas tentu masih dapat dinilai pelaksanaannya berdasarkan kriteria yang sesuai. Adapun penilaian pelaksanaan animal welfare dalam peternakan seperti tabel di bawah ini.

Tabel 1. Kriteria Penilaian Pelaksanaan Animal Welfare Berdasarkan 5 Freedom.
Aspek
Parameter
Rasa haus dan lapar (hunger and thirst)
Kebutuhan pakan
Kondisi tubuh
Ketidaknyamanan (discomfort)
Kualitas udara
Kuantitas udara
Suhu kandang
Kondisi fisiologis
Intensitas cahaya
Aktivitas
Sakit dan kesakitan (pain, injury, and disease)
Program pengendalian penyakit
Seleksi genetic
Mutilasi
Sarana pemeliharaan kesehatan
Euthanasia
Biosekuriti
Fasilitas pengobatan
Rasa takut dan tertekan (fear and distress)
Prilaku pengelola
Kontrol predator
Peralatan dan kepadatan ternak
Ekspresi prilaku alamiah (express normal behaviour)
Kebutuhan biologis/reproduksi
Kehidupan sosial
Kompetisi
Kepadatan ternak

Kesejahteraan pada hewan ternak akan memberi manfaat bagi kwalitas hidup hewan ternak maupun manusia itu sendiri. Hewan ternak yang memiliki kwalitas hidup yang baik maka dari peternakan akan diperoleh produk peternakan yang berkwalitas pula. Produk peternakan yang berkwalitas akan membawa pengaruh positif bagi kwalitas hidup manusia.

Kesejahteraan Hewan Versus Livestock Industri
Pembangunan peternakan tidak akan lepas dari upaya industrialisasi peternakan. Industrialisasi akan mendekatkan pada aspek komersialitas sehingga akan memunculkan paham profit oriented. Usaha peternakan (peternakan kecil hingga industri) akan berupaya mengeksploitasi hewan demi keuntungan. Produktifitas dan efisiensi seakan menjadi landasan untuk kemajuan pembangunan peternakan. Beberapa paham kesejahteraan hewan percaya bahwa hewan seharusnya tidak untuk dieksploitasi dengan berbagai cara. Pandangan ini jelas akan menimbulkan pertanyaan ”apakah aplikasi kesejahteraan hewan dalam peternakan dapat memberi keuntungan yang sama pada cara peternakan dengan eksploitasi hewan secara berlebihan?”, jawabannya tentu saja bisa bahkan dapat lebih.

Peternakan yang memperhatikan aspek kesejahteraan hewan tentu akan membutuhkan modal yang cukup besar. Kondisi kandang, sanitasi kandang, sumber air, pakan yang baik untuk kesehatan, lingkungan sekitar kandang, suhu lingkungan, kelembapan lingkungan, kepadatan ternak sampai pada tingkat kebisingan harus diperhatikan. Perihal inilah yang mungkin menjadi dilema dalam pembangunan peternakan di Indonesia. Penyertaan modal yang besar dalam pendirian peternakan yang menerapkan aspek kesejahteraan hewan masih menjadi alasan utama kebanyakan peternak untuk menghindari prinsip animal welfare di peternakan mereka.

Kondisi demikian harus diperhatikan oleh pemerintah dengan niat politik (political will) untuk menerapkan prinsip animal welfare di peternakan. Niat politik ini dapat berupa Undang-Undang atau peraturan lainnya.

Legislasi Animal Welfare
Aspek legislasi merupakan penyelaras dalam pelaksanaan kesejahteraan pada hewan ternak. United Kingdom (Inggris) sadar bahwa dengan penguatan di bidang legislasi akan memberi pengaruh yang nyata pada aplikasi kesejahteraan pada hewan ternak. Pada tahun 1911, Inggris mulai mengumpulkan aturan tentang perlindungan hewan dari tahun 1786 (The Knackers Act Scct. 4) sampai tahun 1907 (The Injured Animals Act) untuk dijadikan hukum negara.
Hukum negara tentang perlindungan hewan ini dikenal dengan Protection of Animals Act 1911. Kesadaran akan kebutuhan terhadap hukum ini membuat perkembangan yang baik terhadap kesejahteraan pada hewan ternak hingga kini. Kesadaran muncul dengan dilakukan perubahan dan perbaikan terhadap undang-undang yang telah ada. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :

1. Agriculture Act 1968 Part 1 ”Welfare of Livestock”.
2. The Walfare of Livestock Regulations 1978.
3. The Walfare of Livestock Regulations 1987

Legislasi tentang kesejahteraan hewan dalam sektor peternakan di Indonesia masih jauh dari harapan. Sejak tahun 1967, legislasi berupa Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 1967 tetang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menjelaskan kesejahteraan hewan belum juga terdapat perubahan yang berarti. Undang-Undang yang telah mengamanatkan pelaksanaan kesejahteraan hewan hingga kini belum diatur pelaksanaanya. Aturan pelaksanaan kesejahteraan hewan seperti Peraturan Pemerintah (PP) belum terdapat hingga kini sehingga dirasa pelaksanaanya belum jelas. Tidak terdapatnya PP sebagai aturan pelaksana maka akan sulit bagi masyarakat untuk menterjemahkan aturan tentang kesejahteraan hewan. Hal ini tentunya menjadi masalah dalam aplikasi kesejahteraan pada hewan ternak. Banyak sikap yang telah disampaikan untuk memperbaiki kondisi ini seperti pada Musyawarah Nasional Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) tahun 2001 di Bali yang menghasilkan beberapa rekomendasi.
1.     Rekomendasi PDHI terkait dengan kesejahteraan hewan seperti :
Mendorong pemerintah segera mengeluarkan PP tentang Kesejahteraan hewan.
2.     Menyarankan kepada Menteri Pertanian untuk membentuk 2 komisi yakni, komisi kesejahteraan hewan dan komisi etika hewan.
3.     Menyampaikan draf  PP kesejahteraan hewan.

Pemerintah sudah saatnya memperhatikan dengan serius permasalahan kesejahteraan pada hewan ternak. Hal ini merupakan isu global yang harus diantisipasi dengan tindakan nyata. Bila isu global ini (animal welfare) tidak diantisipasi dengan baik dan tidak dipecahkan permasalahanya maka akan membuat implikasi ditolaknya pruduk peternakan Indonesia di pasar global.

Pemerintah harus membuat keputusan tentang badan atau lembaga pemerintah mana yang bertanggungjawab dalam menjawab permasalahan kesejahteraan hewan. Perihal yang baik tampak pada regulasi yang berlaku di Swiss. Pemerintahan Swiss memiliki badan yang bertanggungjawab pada segala permasalahan tentang kesehatan hewan termasuk kesejahteraan hewan. Badan ini dikenal dengan nama Federal Veterinary Office (FVO). Indonesia sudah selayaknya memiliki badan otoritas serupa yang berwenang terhadap permasalahan kesehatan hewan termasuk kesejahteraan hewan. Badan otoritas ini harus memiliki payung hukum dan aturan pelaksanaan yang terstruktur dengan baik sehingga diharapkan dapat berfungsi dengan baik dalam menjamin pelaksanaan yang baik terhadap kesejahteraan hewan ternak.

Konsep Kesejahteraan Hewan Untuk Peternakan Ayam
Lebih dari 1,15 milyar ayam dipelihara secara intensif di Indonesia. Sistem pemeliharan yang menghasilkan lebih banyak telur dan daging ayam dalam waktu yang relatif singkat, namun menyebabkan penderitaan fisik maupun psikologis bagi ayam.
Dengan alasan untuk meningkatkan kehidupan ayam sealami mungkin dengan menyediakan kandang yang meleluaskan bagi ayam untuk bergerak, mengepakkan sayap, bertengger, mandi debu, serta mencari serangga untuk kebutuhan makan bahkan untuk bersarang. Maka karena alasan tersebut, dibeberapa negara Eropa pemeliharaan ayam dalam kandang intensive dilarang.
Hal yang lebih serius terhadap upaya pelarangan tersebut adalah perhatian terhadap kelangsungan ketersediaan makanan asal hewan yang sehat dan berkualitas, mencegah penyebaran penyakit, dampak buruk terhadap lingkungan serta kondisi ekonomi masyarakat pedesaan dari pemeliharaan ayam secara intensive.
Di beberapa negara Asia promosi terhadap sistem pemeliharaan yang kurang mensejahterakan hewan dan akan berdampak terhadap kesehatan dan penyebaran penyakit mulai diperkenalkan. Apalagi kasus flu burung yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan manusia serta perekonomian Indonesia baru saja usai.. Bagaimana kita menyikapi informasi yang tergolong masih baru ini?
Dengan adanya promosi konsep kesejahteraan hewan untuk industri ternak ayam sebagai komoditi pangan, menjadi tantangan bagi Indonesia untuk kedepannya sanggup mendirikan kawasan peternakan ayam yang mengarah ke peningkatan kualiats hidup ternak ayam demi penyediaan hasil ternak yang sehat dan berkualitas.
Dengan adanya tantangan tersebut, Srikandi Animal Care (SAC) didukung oleh Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animal (RSPCA) International, dan bekerja sama dengan Dinas Peternakan kabupaten Blitar serta Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia cabang Jawa Timur II, mengadakan sosialisasi KONSEP KESEJAHTERAAN HEWAN untuk Peternakan Ayam dalam bentuk FARMER EDUCATION. Tujuan dalam penyelenggaraan kegiatan ini adalah :
1.
Meningkatkan pengetahuan peternak tentang manajemen kesehatan ternak ayam
2.
Menambah wawasan peternak ayam tentang pentingnya kesejahteraan hewan ternak
Penyelenggaraan FARMER EDUCATION dipusatkan di Blitar. Sebagai pusat peternakan ayam di Jawa Timur dengan populasi ayam sekitar 15 juta ekor dengan jumlah peternak sekitar 300 peternak. Hasil produksi ternak ayam di Blitar mampu mensupply 30% kebutuhan nasional.
Kegiatan sosialisasi kesejahteraan hewan untuk ternak ayam, diadakan di beberapa tempat yaitu Wlingi, Kademangan, Wonodadi, Srengat dengan mengunjungi kelompok peternak dan beberapa kandang peternak ayam.
Selama kegiatan berlangsung team SAC memberikan penjelasan tentang KONSEP KESEJAHTERAAN HEWAN untuk ternak ayam yang dapat meningkatkan produksi ternak ayam yang sehat dan berkualitas, mengurangi penyebaran penyakit, mencipkan peternakan yang ramah lingkungan dan menigkatkan pendapatan peternak
Kesejahteraan Hewan di Bali
Kesejahteraan hewan diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaan dimana hewan menikmati kenyamanan, sehingga dapat hidup secara normal dan senang. Keadaan sejahtera bagi hewan, apabila hewan di dalam hidupnya menikmati lima kebebasan, yaitu bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari ketidak-nyamanan, bebas dari rasa sakit, celaka/terluka, dan penyakit, bebas dari kekangan untuk menampilkan tingkah laku normalnya dan bebas dari rasa ketakutan dan tertekan.
Perlakuan manusia terhadap hewan merupakan salah satu bagian yang diatur dalam tata perikalu masyarakat Bali melalui Tri Hita Karana, yakni tiga tindakan untuk mewujudkan keseimbangan, terdiri dari melakukan hubungan baik dengan Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sang Pencipta dan Pengendali Kehidupan (Parahyangan), melakukan hubungan baik dengan sesama manusia (Pawongan) dan berperilaku baik terhadap lingkungan (Palemahan) yang salah satu komponennya adalah hewan maupun ternak.
Perlakuan yang baik terhadap lingkungan termasuk hewan di dalamnya, akan membuat hewan dapat hidup sejahtera, lingkungan lestari, yang pada akhirnya akan memberikan hasil/produksi yang baik dan sehat yang menjadikan manusia hidup sejahtera. Sejahtera bagi manusia mengandung makna hidup tidak berkekurangan, sehat jasmani-rohani, aman damai, nyaman tenteram lahir dan bathin (gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo).
Bagaimana manusia mewujudkan kesejahteraan hewan? Mewujudkan kesejahteraan hewan dapat dilakukan dengan berpatokan kepada lima kebebasan bagi hewan yaitu : bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari ketidak-nyamanan, bebas dari rasa sakit, celaka/terluka, dan penyakit, bebas dari kekangan untuk menampilkan tingkah laku normalnya dan bebas dari rasa ketakutan dan tertekan.
Tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari dilakukan dengan memberi pakan dan minum yang baik mutunya dan cukup jumlahnya kepada hewan/ternak yang dipelihara, membuatkan kandang yang memungkinkan hewan hidup tenang di dalamnya, tidak kehujanan atau kepanasan, dapat bergerak dengan leluasa seperti berdiri, rebahan/tidur atau duduk, berputar atau gerakan lain sesuai dengan perilaku normalnya. Misalnya ayam (unggas) mempunyai kegemaran bertengger, dan juga mandi debu. Maka peternak hendaknya menyediakan kandang yang dilengkapi dengan tempat bertengger dan tempat berpasir untuk ayam mandi debu. Selain juga melengkapi kandang sarana yang dibutuhkan ayam seperti tempat pakan, tempat minum dan tempat bertelur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sifat kimia dan fisik telur

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu...